Kamis, 12 Januari 2012

Maafkan Kepedihan Itu

##-##-##-##

aku menikmati minuman dipesan, sambil menatap pinggiran sungai batang hari yang tenang, sore yang indah pikirku.
"yank, besok kalau kita sudah menikah mau punya anak berapa?" kata Athifa tunanganku wanita yang sudah 2 tahun ini aku pacari sambil memeluk lenganku manja,,
"kalau kakak sih gak usah banyak, 2 aja cukup yang penting cowok semua biar bisa jagain ibunya nanti" jawab ku penuh harapan.
"kok cowok semua yank? siapa nanti yang bantuin ibunya masak?" jawabnya tak mau kalah
"ya udah deh biar adil bagi rata aja, cowok-cewek" kataku sambil di sambut anggukan darinya. aku bahagia menatap masa depan membayangkan punya anak yang lucu, punya istri yang aku sayangi rasanya tak sabar lagi menunggu hari pernikahanku yang hanya 3 bulan lagi.

##-##-##-##

matahari masih terik ketka itu. dan aku asyik maen game kesukaanku UNDERGROUND.
"kring...kring..." nada hp ku tanda panggilan masuk.
KLINIK ASSYFA memanggil, au memang melakukan cek kesehatan yah untuk iseng-iseng saja sambil menunggu hari pernikahanku biar lebih oke.heehe.
"hallo, dengan saudara Erwin? suara dari seberang sana lembut.
"iya saya sendiri" jawabku santai.
"ini dari klinik assyfa memberitahukan kalau hasil pemeriksaan saudara sudah bisa di ambil atau di konsultasikan.hanya itu saja maaf telah mengganggu selamat siang" katanya lagi sambil menutup pembcaraan.
dengan santa aku langsung bersiap untuk pergi ke klinik itu, tanpa ada beban atau kecurigaan akan haslnya nanti,
aku langsung menemui dokter konsulku, karena memang fasilitas dari Klinik ini menyediakan jasa konsul untuk hasil cek yang dilakukan.

##-##-##-##

kuketok ruangan doktr Edi salah satu dokter Ahli penyakit dalam terkenal di kotaku.
"saudara erwin? iya silakan masuk" sahut dokter edi ramah sambil senyum dan menyiapkan beberapa lembar kertas.
"jadi begini saudara erwin, kami dari pihak klinik selalu melakukan yang terbaik dalam kerja kami, pemeriksaan dan lain-lain. sejak 6 tahun berdiri insyaallah belum terjadi kekeliruan dalam memberikan hasil." kata dokter itu panjang lebar membuatku bosan, "aku kan tidak serius dok tesnya, hanya sekedar. aku sehat kok" dalam hatiku sambil pura-pura mendengarkan celotehannya.karena tidak mau lama-llama jadi saya potong saja penjelasannya.
"jadi, saya sakit apa sebenarnya dok?" kataku agak maksa
"sebelumnya saudara erwin pernah merasakan gejala apa? sakit apa mungkin?" selidik dokter itu serius.
"dok, aku melakukan tes ini cuma untuk iseng saja bukan karena sakit, selama ini saya merasa sehat-sehat saja dok tidak ada keluhan" jawabku ngotot.karena au makin bingung dengan kata-katanya yang sepertinya hati-hati untuk memberitahukan sesuatu.
"jadi begini" katanya sambil menarik nafas dalam, " dari hasil pemeriksaan darah yang kami lakukan diketahui bahwa anda menderita HIV Positif"katanya melemah mungkin tidak tega.
aku tersentak kaget mendengarnya, hatiku hancur. tergiang ditelingaku kata-kata "HIV Positif..HIV Positif.??
aku masih tidak percaya dengan apa yang dokter itu katakan,
fikianku berkecamuk "bagaimana pernikahanku?bagaimana tunanganku? bagaimana dengan angan-anganku untuk hidup bahagia bersama anak-anak lucu yang aku impikan?...
aku tidak tau harus bagimana menjelaskan ini kepada tunanganku, aku tidak mungkin menyakitinya, aku sangat mencintainya. oh tuhan,,,
semuany menyesakkan dadaku, aku tidak bisa berkata apa-apa.

##-###-##-##

hari-hariku jadi kacau, dan aku tidak pernah lagi menghubungi tunanganku, fikiranku buntu dan tak menentu.
"ring..kring.." fikranku buyar mendengar nada hp ku berbunyi, tertulis dilayar CHAYANK memanggil...
tidak aku pedulikan panggilan itu, nan akhirnya dia mengirim SMS.
"yank, ada apa? ada masalah ya? atau adek ada salah sama kakak? kalau adek ada salah adk minta maaf, tspi jangan diam gini donk" katanya agak kesal.
aku tidak mungkin cerita dengan dia, aku juga tidak bisa menikah walaupun hari itu tinggal beberapa bulan lagi,kerena aku tidak mau menularinya. akhirnya..
"yank, kakak rasa kita sudah tidak cocok, kakak merasa tak pantas untuk adek masih banyak cowok yang lebih dari kakak yang bisa adek jadikan pendamping hidup. kakak harap semuanya berlalu, dan maafin kakak, terima kasih atas semuanya" balasku dengan hati hancur sama halnya dengan dia.
"yank, ada apa? kakak bercanda kan? yank bentar lagi kita tu meried jangan mikir yang anek-aneh, kalau ada masalah kan bisa dibicarakan baik.yank, plisss...." katanya memelas dan masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan tunangannya. tapi semuanya terlambat SimCardku sudah terpotong dua. dan aku pergi meninggalkan lingkunganku membawa kepedihan dan penyakit dan makin lama akan menggerogotiku.
"I LOVE YOU SAYANK"
maafkan kepedihan ini....


##-###-##-##

ASUHAN KEPERAWATAN ASTHMA

ASUHAN KEPERAWATAN ASTHMA
PENGERTIAN
Asma adalah penyakit yang disebabkan oleh peningkatan respon dari trachea dan bronkus terhadap bermacam –macam stimuli yang ditandai dengan penyempitan bronkus atau bronkhiolus dan sekresi yang berlebih – lebihan dari kelenjar – kelenjar di mukosa bronchus
II. ETIOLOGI
Faktor Ekstrinsik
Asma yang timbul karena reaksi hipersensitivitas yang disebabkan oleh adanya IgE yang bereaksi terhadap antigen yang terdapat di udara (antigen – inhalasi ), seperti debu rumah, serbuk – serbuk dan bulu binatang
Faktor Intrinsik
Infeksi :
- virus yang menyebabkan ialah para influenza virus, respiratory syncytial virus (RSV)
- bakteri, misalnya pertusis dan streptokokkus
- jamur, misalnya aspergillus
• cuaca :
perubahan tekanan udara, suhu udara, angin dan kelembaban dihubungkan dengan percepatan
iritan bahan kimia, minyak wangi, asap rokok, polutan udara
emosional : takut, cemas dan tegang
aktifitas yang berlebihan, misalnya berlari
III. PATOLOGI
Asma ialah penyakit paru dengan cirri khas yakni saluran napas sangat mudah bereaksi terhadap barbagai ransangan atau pencetus dengan manifestasi berupa serangan asma. Kelainan yang didapatkan adalah:
Otot bronkus akan mengkerut ( terjadi penyempitan)
Selaput lendir bronkus udema
Produksi lendir makin banyak, lengket dan kental, sehingga ketiga hal tersebut menyebabkan saluran lubang bronkus menjadi sempit dan anak akan batuk bahkan dapat sampai sesak napas. Serangan tersebut dapat hilang sendiri atau hilang dengan pertolongan obat.
Pada stadium permulaan serangan terlihat mukosa pucat, terdapat edema dan sekresi bertambah. Lumen bronkus menyempit akibat spasme. Terlihat kongesti pembuluh darah, infiltrasi sel eosinofil dalam secret didlam lumen saluran napas. Jika serangan sering terjadi dan lama atau menahun akan terlihat deskuamasi (mengelupas) epitel, penebalan membran hialin bosal, hyperplasia serat elastin, juga hyperplasia dan hipertrofi otot bronkus. Pada serangan yang berat atau pada asma yang menahun terdapat penyumbatan bronkus oleh mucus yang kental.
Pada asma yang timbul akibat reaksi imunologik, reaksi antigen – antibody menyebabkan lepasnya mediator kimia yang dapat menimbulkan kelainan patologi tadi. Mediator kimia tersebut adalah:

a. Histamin
- Kontraksi otot polos
- Dilatasi pembuluh kapiler dan kontraksi pembuluh vena, sehingga terjadi edema
- Bertambahnya sekresi kelenjar dimukosa bronchus, bronkhoilus, mukosaa, hidung dan mata
b. Bradikinin
- Kontraksi otot polos bronchus
- Meningkatkan permeabilitas pembuluh darah
- Vasodepressor (penurunan tekanan darah)
- Bertambahnya sekresi kelenjar peluh dan ludah
c. Prostaglandin
- bronkokostriksi (terutama prostaglandin F)
IV. MANIFESTASI KLINIK
Wheezing
Dyspnea dengan lama ekspirasi, penggunaan otot- otot asesori pernapasan
pernapasan cuping hidung
batuk kering ( tidak produktif) karena secret kental dan lumen jalan napas sempit
diaphoresis
sianosis
nyeri abdomen karena terlibatnya otot abdomen dalam pernapasan
kecemasan, labil dan penurunan tingkat kesadarn
tidak toleran terhadap aktifitas : makan, bermain, berjalan, bahkan bicara
V. STADIUM ASMA
Stadium I
Waktu terjadinya edema dinding bronkus, batuk proksisimal, karena iritasi dan batuk kering. Sputum yang kental dan mengumpul merupakan benda asing yang merangsang batuk
Stadium II
Sekresi bronkus bertambah banyak dan batuk dengan dahak yang jernih dan berbusa. Pada stadium ini anak akan mulai merasa sesak napas berusaha bernapas lebih dalam. Ekspirasi memanjang dan terdengar bunyi mengi. Tampak otot napas tambahan turut bekerja. Terdapat retraksi supra sternal, epigastrium dan mungkin juga sela iga. Anak lebih senang duduk dan membungkuk, tangan menekan pada tepi tempat tidur atau kursi. Anak tampak gelisah, pucat, sianosisi sekitar mulut, toraks membungkuk ke depan dan lebih bulat serta bergerak lambat pada pernapasan. Pada anak yang lebih kecil, cenderung terjadi pernapasan abdominal, retraksi supra sternal dan interkostal.
Stadium III
Obstruksi atau spasme bronkus lebih berat , aliran udara sangat sedikit sehingga suara napas hampir tidak terdengar.
Stadium ini sangat berbahaya karena sering disangka ada perbaikan. Juga batuk seperti ditekan. Pernapasan dangkal, tidak teratur dan frekuensi napas yang mendadak meninggi.
VI. KOMPLIKASI
1. Status asmatikus
2. Bronkhitis kronik, bronkhiolus
3. Ateletaksis : lobari segmental karena obstruksi bronchus oleh lender
4. Pneumo thoraks
Kerja pernapasan meningkat, kebutuhan O2 meningkat. Orang asam tidak sanggup memenuhi kebutuhan O2 yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk bernapas melawan spasme bronkhiolus, pembengkakan bronkhiolus, dan m ukus yang kental. Situasi ioni dapat menimbulkan pneumothoraks akibat besarnya teklanan untuk melakukan ventilasi
5. Kematian
VII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Riwayat penyakit atau pemeriksaan fisik
Foto rontgen dada
Pemeriksaan fungsi paru : menurunnya tidal volume, kapasitas vital, eosinofil biasanya meningkat dalam darah dan sputum
Pemeriksaan alergi (radioallergosorbent test ; RAST)
Analisa gas darah – pada awalnya pH meningkat, PaCO2 dan PaO2 turun (alkalosis respiratori ringan akibat hiperventilasi ); kemudian penurunan pH, penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2 (asidosis respiratorik)
VIII. PENATALAKSANAAN
Pencegahan terhadap pemajanan alergi
Serangan akut dengan oksigen nasal atau masker
Terapi cairan parenteral
Terapi pengobatan sesuai program
- Beta 2-agonist untuk mengurangi bronkospasme, mendilatasi otot polos bronchial
Albuterol (proventil, ventolin)
Tarbutalin
Epinefrin
Metaprotenol
- Metilsantin, seperti aminofilin dan teofilin mempunyai efek bronkodilatasi
- Antikolinergik, seperti atropine metilnitrat atau atrovent mempunyai efek bronchodilator yang sangat baik
- Kortikosteroid diberikan secara IV (hidrokortison), secara oral (mednison), inhalasi (deksametason)
KONSEP KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Riwayat asthma atau alergi dan serangan asthma yang lalu, alergi dan masalah pernapasan
2. Kaji pengetahuan anak dan orang tua tentang penyakit dan pengobatan
3. Riwayat psikososial: factor pencetus, stress, latihan, kebiasaan dan rutinitas, perawatan sebelumnya
4. Pemeriksaan fisik
Pernapasan
- Napas pendek
- Wheezing
- Retraksi
- Takipnea
- Batuk kering
- Ronkhi
Kardiovaskuler
Takikardia
Neurologis
Kelelahan
Ansietas
Sulit tidur
Muskuloskeletal
Intolerans aktifitas
Integumen
Sianosis
pucat
Psikososial
Tidak kooperatif selama perawatan
Kaji status hidrasi
- Status membran mukosa
- Turgor kulit
- Output urine
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan pertukaran gas, tidak efektif bersihan jalan napas b.d. bronkospasme dan udema mukosa
Kelelahan b.d. hipoksia dan peningkatan kerja pernapasan
Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. distress GI
Resiko kekurangan volume cairan b.d. meningkatnya pernapsan dan menurunnya intake oral
Kecemasan b.d. hospitalisasi dan distress pernapasan
Perubahan proses keluarga b.d. kondisi kronik
Kurang pengetahuan b.d. proses penyakit dan pengobatan]
III. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas, tidak efektif bersihan jalan napas b.d. bronkospasme dan udema mukosa
Tujuan :
- anak akan menunjukkan perbaikan pertukaran gas ditandai dengan :
tidak ada wheezing dan retraksi
batuk menurun
warna kulit kemerahan
- anak tidak menunjukkan gangguan ketidakseimbangan asam basa yang ditandai dengan saturasi oksigen ± 95 %
Intervensi:
a. Kaji RR, auskultasi bunyi napas
R/: sebagai sumber data adanya pewrubahan sebelum dan sesudah perawatan diberikan
b. Beri posisi high fowler atau semi-fowler
R/; mengembangkan ekspansi paru
c. Dorong anak untuk latihan napas dalam dan batuk efektif
R/: membantu membersihkan mucus dari p[aru dan napas dalam memperbaiki oksigenasi
d. Lakukan suction jika perlu
R/: membantu mengeluarkan secret yang tidak dapat dikeluarkan oleh anak sendiri
e. Lakukan fisioterapi
R/: membantu pengeluaransekresi, menmingkatkan ekspansi paru
f. Berikan oksigen sesuai program
R/ : memperbaiki oksigenasi dan mengurangi sekresi
Monitor peningkatn pengeluaran sputum
R/: sebagai indikasi adanya kegagalan pada paru
h. Berikan bronchodilator sesuai indikasi
R/: otot pernapasan menjadi relaks dan steroid mengurangi inflamasi
2. Kelelahan b.d. hipoksia dan peningkatan kerja pernapasan
Tujuan : Anak menunjukkan penurunan kelelahan ditandai dengan tidak iritabel, dapat berpartisipasi dan peningkatan kemampuan dalam beraktifitas
Intervensi :
Kaji tanda – tanda hipoksia / hypercapnea ; kelelahan, agitasi, peningkatan HR, peningkatan RR
R/: deteksi dini untuk mencegah hipoksia dapat mencegah keletihan lebih lanjut
Hindari seringnya melakukan intervensi yang tidak penting yang dapat membuat anak lelah, berikan istirahat yang cukup
R/: Istirahat yang cukup dapat menurunkan stress dan meningkatkan kenyamanan
Minta orang tua untuk selalu menemani anak
R/: Menurunkan ketakutan dan kecemasan
Berikan istirahat cukup dan tidur 8 – 10 jam tiap malam
R/: istirahat cukup dan tidur cukup menurunkan kelelahan dan meningkatkan resistensi terhadap infeksi
Ajarkan teknik manajemen stress
R/ : Bronkospasme mungkin disebabkan oleh emosional dan stress
3. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. distress GI
Tujuan : Anak akan menunjukkan penurunan distress GI ditandai dengan:
Penurunan nausea dan vomiting, adanya perbaikan nutrisi / intake
Intervensi:
a. Berikan porsi makan kecil tapi sering 5 – 6 kali sehari dengan makanan yang disukainya
R/: makanan kecil tapi sering menyediakan energi yang dibutuhkan , lambung tidak terlalu penuh, sehingga memberikan kesempatan untuk penyerapan makanan. Makanan yang disukai mendporong anak untuk makan dan meningkatkan intake
b. Berikan makanan halus, rendah lemak, gunakan warna
R/: Makanan berbumbu dan tinggi lemak dapat meningkatkan distress pada GI sehingga sulit dicerna
c. Anjurkan menghindari makanan yang menyebabkan alergi
R/:Dapat menimbulkan serangan akut pada anak yang sensitive
Resiko kekurangan volume cairan b.d. meningkatnya pernapsan dan menurunnya intake oral
Tujuan :
Anak dapat mempertahankan hidrasi yang adekuat ditandai dengan turgor kulit elastis, membrane mukosa lembab, intake cairan sesuai dengan usia dan berat badan, output urine : 1-2 ml/kg BB/jam
Intervensi:
a. Kaji turgor kulit, monitor urine, output tiap 4 jam
R/: untuk mengetahui tingkat hidrasi dan kebutuhan cairannya
b. Pertahankan terapi parenteral sesuai indikasi dan monitor kelebihan cairan
R/: kelebihan cairan dapat menyebabkan udema pulmonar
c. Setelah fase akut, anjurkan anak dan orangtua untuk minum 3-8 gelas / hari, tergantung usia dan berat badan anak
R/: anak membutuhkan cairan yang cukup untuk mempertahankan hidrasi dan keseimbangan asam basa untuk mencegah syok
Kecemasan b.d. hospitalisasi dan distress pernapasan
Tujuan :
Kecemasan menurun, ditandai dengan anak tenang dan dapat mengekspresikan perasaannya
Intervensi:
a. Ajarkan teknik relaksasi; latihan napas dalam, imajinasi terbimbing
R/: pengalihan perhatian selama episode asma dapat menurunkan ketakutan dan kecemasan
b. Berikan terapi bermain sesuai indikasi
R/: terapi bermain dapat menurunkan efek hospitalisasi dan kecemasan
c. Informasikan tentang perawatan, pengobatan dan kondisi anak
R/: menurunkan rasa takut dan kehilangan control akan dirinya

Sumber:
Betz L. Cecily. Buku Saku Keperawatan Pediatri.
Dina Dr,dr,. Penatalaksanaan Penyakit Alergi.
Speer Kathleen Morgan.Pediatric Care Planning Ashwill,
Ngastiyah. Perawatan anak Sakit.
Corwin, J. Elizabeth. Buku Saku Patofisiologi.
Suriadi, SKp., Rita, SKp. Asuhan Keperawatan pada Anak.

ASUHAN KEPERAWATAN GLUKOMA

ASUHAN KEPERAWATAN GLUKOMA
A. DEFINISI
Glaukoma adalah suatu penyakit yang memberikan gambaran klinik berupa peninggian tekanan bola mata, penggaungan papil saraf optik dengan defek lapang pandangan mata.(Sidarta Ilyas,2000).
Galukoma adalah sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokuler.( Long Barbara, 1996)
B. ETIOLOGI
Penyakit yang ditandai dengan peninggian tekanan intraokuler ini disebabkan oleh :
- Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan ciliary
- Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil
C. KLASIFIKASI
1. Glaukoma primer
- Glaukoma sudut terbuka
Merupakan sebagian besar dari glaukoma ( 90-95% ) , yang meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian dan kelainan berkembang secara lambat. Disebut sudut terbuka karena humor aqueousmempunyai pintu terbuka ke jaringan trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahan degeneratif jaringan rabekular, saluran schleem, dan saluran yg berdekatan. Perubahan saraf optik juga dapat terjadi. Gejala awal biasanya tidak ada, kelainan diagnose dengan peningkatan TIO dan sudut ruang anterior normal. Peningkatan tekanan dapat dihubungkan dengan nyeri mata yang timbul.
- Glaukoma sudut tertutup(sudut sempit)
Disebut sudut tertutup karena ruang anterior secara anatomis menyempit sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan trabekular dan menghambat humor aqueous mengalir ke saluran schlemm. Pergerakan iris ke depan dapat karena peningkatan tekanan vitreus, penambahan cairan di ruang posterior atau lensa yang mengeras karena usia tua. Gejala yang timbul dari penutupan yang tiba- tiba dan meningkatnya TIO, dapat berupa nyeri mata yang berat, penglihatan yang kabur dan terlihat hal. Penempelan iris menyebabkan dilatasi pupil, bila tidak segera ditangani akan terjadi kebutaan dan nyeri yang hebat.

2. Glaukoma sekunder
Dapat terjadi dari peradangan mata , perubahan pembuluh darah dan trauma . Dapat mirip dengan sudut terbuka atau tertutup tergantung pada penyebab.
- Perubahan lensa
- Kelainan uvea
- Trauma
- bedah
3. Glaukoma congenital
- Primer atau infantile
- Menyertai kelainan kongenital lainnya
4. Glaukoma absolute
Merupakan stadium akhir glaukoma ( sempit/ terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut .Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan eksvasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit.sering mata dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskulisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik.
Pengobatan glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta pada badan siliar, alkohol retrobulber atau melakukan pengangkatan bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit.

Berdasarkan lamanya :
1. GLAUKOMA AKUT
a. Definisi
Glaukoma akut adalah penyakit mata yang disebabkan oleh tekanan intraokuler yang meningkat mendadak sangat tinggi.
b. Etiologi
Dapat terjadi primer, yaitu timbul pada mata yang memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik mata depan yang sempit pada kedua mata, atau secara sekunder sebagai akibat penyakit mata lain. Yang paling banyak dijumpai adalah bentuk primer, menyerang pasien usia 40 tahun atau lebih.
c. Faktor Predisposisi
Pada bentuk primer, faktor predisposisinya berupa pemakaian obat-obatan midriatik, berdiam lama di tempat gelap, dan gangguan emosional. Bentuk sekunder sering disebabkan hifema, luksasi/subluksasi lensa, katarak intumesen atau katarak hipermatur, uveitis dengan suklusio/oklusio pupil dan iris bombe, atau pasca pembedahan intraokuler.
d. Manifestasi klinik
1). Mata terasa sangat sakit. Rasa sakit ini mengenai sekitar mata dan daerah belakang kepala .
2). Akibat rasa sakit yang berat terdapat gejala gastrointestinal berupa mual dan muntah , kadang-kadang dapat mengaburkan gejala glaukoma akut.
3). Tajam penglihatan sangat menurun.
4). Terdapat halo atau pelangi di sekitar lampu yang dilihat.
5). Konjungtiva bulbi kemotik atau edema dengan injeksi siliar.
6). Edema kornea berat sehingga kornea terlihat keruh.
7). Bilik mata depan sangat dangkal dengan efek tyndal yang positif, akibat timbulnya reaksi radang uvea.
8). Pupil lebar dengan reaksi terhadap sinar yang lambat.
9). Pemeriksaan funduskopi sukar dilakukan karena terdapat kekeruhan media penglihatan.
10). Tekanan bola mata sangat tinggi.
11). Tekanan bola mata antara dua serangan dapat sangat normal.
e. Pemeriksaan Penunjang
Pengukuran dengan tonometri Schiotz menunjukkan peningkatan tekanan.
Perimetri, Gonioskopi, dan Tonografi dilakukan setelah edema kornea menghilang.
f. Penatalaksanaan
Penderita dirawat dan dipersiapkan untuk operasi. Dievaluasi tekanan intraokuler (TIO) dan keadaan mata. Bila TIO tetap tidak turun, lakukan operasi segera. Sebelumnya berikan infus manitol 20% 300-500 ml, 60 tetes/menit. Jenis operasi, iridektomi atau filtrasi, ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaab gonoskopi setelah pengobatan medikamentosa.
2. GLAUKOMA KRONIK
a. Definisi
Glaukoma kronik adalah penyakit mata dengan gejala peningkatan tekanan bola mata sehingga terjadi kerusakan anatomi dan fungsi mata yang permanen.
b. Etiologi
Keturunan dalam keluarga, diabetes melitus, arteriosklerosis, pemakaian kortikosteroid jangka panjang, miopia tinggi dan progresif.
c. Manifestasi klinik
Gejala-gejala terjadi akibat peningkatan tekanan bola mata. Penyakit berkembang secara lambat namun pasti. Penampilan bola mata seperti normal dan sebagian tidak mempunyai keluhan pada stadium dini. Pada stadium lanjut keluhannya berupa pasien sering menabrak karena pandangan gelap, lebih kabur, lapang pandang sempit, hingga kebutaan permanen.
d. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tekanan bola mata dengan palpasi dan tonometri menunjukkan peningkatan. Nilai dianggap abnormal 21-25 mmHg dan dianggap patologik diatas 25 mmHg.
Pada funduskopi ditemukan cekungan papil menjadi lebih lebar dan dalam, dinding cekungan bergaung, warna memucat, dan terdapat perdarahan papil. Pemeriksaan lapang pandang menunjukkan lapang pandang menyempit, depresi bagian nasal, tangga Ronne, atau skotoma busur.

e. Penatalaksanaan
Pasien diminta datang teratur 6 bulan sekali, dinilai tekanan bola mata dan lapang pandang. Bila lapang pandang semakin memburuk,meskipun hasil pengukuran tekanan bola mata dalam batas normal, terapi ditingkatkan. Dianjurkan berolahraga dan minum harus sedikit-sedikit.






D. PATHWAY GLAUKOMA




E. ASUHAN KEPERAWATAN
1). Pengkajian
a) Aktivitas / Istirahat :
Perubahan aktivitas biasanya / hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.
b) Makanan / Cairan :
Mual, muntah (glaukoma akut)

c) Neurosensori :
Gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/merasa di ruang gelap (katarak).
Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar sinar, kehilangan penglihatan perifer, fotofobia(glaukoma akut).
Perubahan kacamata/pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
Tanda :
Papil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan.
Peningkatan air mata.
d) Nyeri / Kenyamanan :
Ketidaknyamanan ringan/mata berair (glaukoma kronis)
Nyeri tiba-tiba/berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala (glaukoma akut).
e) Penyuluhan / Pembelajaran
Riwayat keluarga glaukoma, DM, gangguan sistem vaskuler.
Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor (contoh: peningkatan tekanan vena), ketidakseimbangan endokrin.
Terpajan pada radiasi, steroid/toksisitas fenotiazin.
2). Pemeriksaan Diagnostik
(1) Kartu mata Snellen/mesin Telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan) : Mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, aquous atau vitreus humor, kesalahan refraksi, atau penyakit syaraf atau penglihatan ke retina atau jalan optik.
(2) Lapang penglihatan : Penurunan mungkin disebabkan CSV, massa tumor pada hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau glaukoma.
(3) Pengukuran tonografi : Mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25 mmHg)
(4) Pengukuran gonioskopi :Membantu membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glaukoma.
(5) Tes Provokatif :digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO normal atau hanya meningkat ringan.
(6) Pemeriksaan oftalmoskopi:Mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma.
(7) Darah lengkap, LED :Menunjukkan anemia sistemik/infeksi.
(8) EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: Memastikan aterosklerosisi,PAK.
(9) Tes Toleransi Glukosa :menentukan adanya DM.

F. Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi

a. Nyeri b/d peningkatan tekanan intra okuler (TIO) yang ditandai dengan mual dan muntah.
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
- pasien mendemonstrasikan pengetahuan akan penilaian pengontrolan nyeri
- pasien mengatakan nyeri berkurang/hilang
- ekspresi wajah rileks
Intervensi :
- kaji tipe intensitas dan lokasi nyeri
- kaji tingkatan skala nyeri untuk menentukan dosis analgesic
- anjurkan istirahat ditempat tidur dalam ruangan yang tenang
- atur sikap fowler 300 atau dalam posisi nyaman.
- Hindari mual, muntah karena ini akan meningkatkan TIO
- Alihkan perhatian pada hal-hal yang menyenangkan
- Berikan analgesik sesuai anjuran

b. Gangguan persepsi sensori : penglihatan b.d gangguan penerimaan;gangguan status organ ditandai dengan kehilangan lapang pandang progresif.
Tujuan : Penggunaan penglihatan yang optimal
Kriteria Hasil:
- Pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan
- Pasien akan mempertahankan lapang ketajaman penglihatan tanpa kehilangan lebih lanjut.
Intervensi :
- Pastikan derajat/tipe kehilangan penglihatan
- Dorong mengekspresikan perasaan tentang kehilangan / kemungkinan kehilangan penglihatan
- Tunjukkan pemberian tetes mata, contoh menghitung tetesan, menikuti jadwal, tidak salah dosis
- Lakukan tindakan untuk membantu pasien menanganiketerbatasan penglihatan, contoh, kurangi kekacauan,atur perabot, ingatkan memutar kepala ke subjek yang terlihat; perbaiki sinar suram dan masalah penglihatan malam.
- Kolaborasi obat sesuai dengan indikasi

c. Ansitas b. d faktor fisilogis, perubahan status kesehatan, adanya nyeri, kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan ditandai dengan ketakutan, ragu-ragu, menyatakan masalah tentang perubahan kejadian hidup.

Tujuan : Cemas hilang atau berkurang
Kriteria Hasil:
- Pasien tampak rileks dan melaporkan ansitas menurun sampai tingkat dapat diatasi.
- Pasien menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah
- Pasien menggunakan sumber secara efektif
Intervensi :
- Kaji tingkat ansitas, derajat pengalaman nyeri/timbul nya gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat ini.
- Berikan informasi yang akurat dan jujur. Diskusikan kemungkinan bahwa pengawasan dan pengobatan mencegah kehilangan penglihatan tambahan.
- Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan.
- Identifikasi sumber/orang yang menolong.
d. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan b.d kurang terpajan/tak mengenal sumber, kurang mengingat, salah interpretasi, ditandai dengan ;pertanyaan, pernyataan salah persepsi, tak akurat mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah.
Tujuan : Klien mengetahui tentang kondisi,prognosis dan pengobatannya.
Kriteria Hasil:
- pasien menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan.
- Mengidentifikasi hubungan antar gejala/tanda dengan proses penyakit
- Melakukan prosedur dengan benar dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi :
- Diskusikan perlunya menggunakan identifikasi,
- Tunjukkan tehnik yang benar pemberian tetes mata.
- Izinkan pasien mengulang tindakan.
- Kaji pentingnya mempertahankan jadwal obat, contoh tetes mata. Diskusikan obat yang harus dihindari, contoh midriatik, kelebihan pemakaian steroid topikal.
- Identifikasi efek samping/reaksi merugikan dari pengobatan (penurunan nafsu makan, mual/muntah, kelemahan,
jantung tak teratur dll.
- Dorong pasien membuat perubahan yang perlu untuk pola hidup
- Dorong menghindari aktivitas,seperti mengangkat berat/men dorong, menggunakan baju ketat dan sempit.
- Diskusikan pertimbangan diet, cairan adekuat dan makanan berserat.
- Tekankan pemeriksaan rutin.
- Anjurkan anggota keluarga memeriksa secara teratur tanda glaukoma.









DAFTAR PUSTAKA
1. Junadi P. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, FK-UI, 1982
2. Sidarta Ilyas, Ilmu Penyakit Mata, FKUI, 2000.
3. Long C Barbara. Medical surgical Nursing. 1992
4. Doungoes, marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed 3, EGC, Jakarta, 2000
5. Susan Martin Tucker, Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosisi dan Evaluasi. Ed 5 Vol3 EGC. Jakarta 1998

Askep Stroke

Askep Stroke
Definisi:
Secara umum gangguan pembuluh darah otak atau stroke merupakan gangguan sirkulasi serebral. Merupakan suatu gangguan neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses patologis pada pembuluh darah serebral, misalnya trombosis, embolus, ruptura dinding pembuluh atau penyakit vascular dasar, misalnya aterosklerosis, arteritis, trauma, aneurisme dan kelainan perkembangan.
Stroke dapat juga diartikan sebagai gangguan fungsional otak yang bersifat:
fokal dan atau global
akut
berlangsung antara 24 jam atau lebih
disebabkan gangguan aliran darah otak
tidak disebabkan karena tumor/infeksi
Stroke dapat digolongkan sesuai dengan etiologi atau dasar perjalanan penyakit. Sesuai dengan perjalanan penyakit, stroke dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Serangan iskemik sepintas (TIA) : merupakan gangguan neurologis fokal yang timbul mendadak dan menghilang dalam beberapa menit sampai beberapa jam.
2. Progresif/inevolution (stroke yang sedang berkembang) : perjalanan stroke berlangsung perlahan meskipun akut. Stoke dimana deficit neurologisnya terus bertambah berat.
3. Stroke lengkap/completed : gangguan neurologis maksimal sejak awal serangan dengan sedikit perbaikan. Stroke dimana deficit neurologisnya pada saat onset lebih berat, bisa kemudian membaik/menetap
Klasifikasi berdasarkan patologi:
1. Stroke hemoragi: stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa,
2. stroke non hemoragi: stroke yang disebabkan embolus dan thrombus.
Etiologi
Penyebab utama dari stroke diurutkan dari yang paling penting adalah aterosklerosis (trombosis), embolisme, hipertensi yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan ruptur aneurisme sakular. Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lain seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes mellitus atau penyakit vascular perifer.

Tanda dan Gejala
Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adequat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.
1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah “Bell’s Palsy”
3. Tonus otot lemah atau kaku
4. Menurun atau hilangnya rasa
5. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
6. Gangguan bahasa (Disatria: kesulitan dalam membentuk kata; afhasia atau disfasia: bicara defeksif/kehilangan bicara)
7. Gangguan persepsi
8. Gangguan status mental

Faktor resiko
Yang tidak dapat dikendalikan: Umur, factor familial dan ras.
Yang dapat dikendalikan: hipertensi, penyakit kardiovaskuler (penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif), kolesterol tinggi, obesitas, kadar hematokrit tinggi, diabetes, kontrasepsi oral, merokok, penyalahgunaan obat, konsumsi alcohol.
Keterangan:
Cardiovaskuler disease.
Adanya emboli dan thrombus pada otak dapat disebabkan oleh penyakit cardiovaskuler, mis : arterosklerosis
Kadar hematokrit tinggi
Darahnya cepat mengental menyebabkan aliran darah itu lambat sehingga sel darah muda pecah dan mengendap meninbulkan trombus→stroke
Diabetes
Hipergligekemia, darahnya kental sehingga beresiko membentuk endapan pada pembuluh darah ( thrombus ) → stroke
Kontrasepsi oral + hipertensi, usia > 35 tahun, merokok, kadar esterogen tinggi
Penurunan tekanan darah terlalu lama
aliran darah ke otak berkurang sehingga ferfusi 02 ke otak berkurang →stroke
Patofisiologi
1. Trombosis (penyakit trombo – oklusif) merupakan penyebab stroke yang paling sering.
Arteriosclerosis selebral dan perlambatan sirkulasi selebral adalah penyebab utama trombosis selebral, yang adalah penyebab umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis selebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum lainnya. Secara umum trombosis selebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis berat pada beberapa jam atau hari.
Trombosis terjadi biasanya ada kaitannya dengan kerusakan local dinding pembuluh darah akibat atrosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima arteria besar. Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis dan berserabut , sedangkan sel – sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat – tempat yang melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat – tempat khusus tersebut. Pembuluh – pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut : arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.
2. Embolisme : embolisme sereberi termasuk urutan kedua dari berbagai penyebab utama stroke. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita trombosis. Kebanyakan emboli sereberi berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung. Meskipun lebih jarang terjadi, embolus juga mungkin berasal dari plak ateromatosa sinus karotikus atau arteria karotis interna. Setiap bagian otak dapat mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya embolus akan menyumbat bagian – bagian yang sempit.. tempat yang paling sering terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi media, terutama bagian atas.
3. Perdarahan serebri : perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama kasus GPDO (Gangguan Pembuluh Darah Otak) dan merupakan sepersepuluh dari semua kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan /atau subaraknoid, sehingga jaringan yang terletakdi dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteria di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisper otak dan sirkulus wilisi. Bekuan darah yang semula lunak menyerupai selai merah akhirnya akan larut dan mengecil. Dipandang dari sudut histologis otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami nekrosis. Karena kerja enzim – enzim akan terjadi proses pencairan, sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan nekrotik akan terganti oleh astrosit dan kapiler – kapiler baru sehingga terbentuk jalinan di sekitar rongga tadi. Akhirnya rongga terisi oleh serabut – serabut astroglia yang mengalami proliferasi. Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya suatu aneurisme. Kebanyakan aneurisme mengenai sirkulus wilisi. Hipertensi atau gangguan perdarahan mempermudah kemungkinan ruptur. Sering terdapat lebih dari satu aneurisme.

Diagnosis
Pada diagnosis penyakit serebrovaskular, maka tindakan arteriografi adalah esensial untuk memperlihatkan penyebab dan letak gangguan. CT Scan dan MRI merupakan sarana diagnostik yang berharga untuk menunjukan adanya hematoma, infark atau perdarahan. EEG dapat membantu dalam menentukan lokasi.

Penatalaksanaan
Secepatnya pada terapeutik window (waktu dari serangan hingga mendapatkan pengobatan maksimal).
Therapeutik window ini ada 3 konsensus:
1. Konsensus amerika : 6 jam
2. Konsensus eropa: 1,5 jam
3. Konsensus asia: 12 jam
Prinsip pengobatan pada therapeutic window:
1. Jaringan penubra ada aliran lagi sehingga jaringan penubra tidak menjadi iskhemik.
2. Meminimalisir jaringan iskhemik yang terjadi.
Terapi umum:
Untuk merawat keadaan akut perlu diperhatikan faktor – faktor kritis sebagai berikut :
1. Menstabilkan tanda – tanda vital
a. memepertahankan saluran nafas (sering melakukan penghisapan yang dalam , O2, trakeotomi, pasang alat bantu pernafasan bila batang otak terkena)
b. kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan masing – masing individu ; termasuk usaha untuk memperbaiki hipotensi maupun hipertensi.
2. Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung
3. Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin jangan memasang kateter tinggal; cara ini telah diganti dengan kateterisasi “keluar – masuk” setiap 4 sampai 6 jam.
4. Menempatkan posisi penderita dengan baik secepat mungkin :
a. penderita harus dibalik setiap jam dan latihangerakan pasif setiap 2 jam
b. dalam beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif penuh sebanyak 50 kali per hari; tindakan ini perlu untuk mencegah tekanan pada daerah tertentu dan untuk mencegah kontraktur (terutama pada bahu, siku dan mata kaki)
Terapi khusus:
Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti agregasi dan neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin, tielopidin, low heparin, tPA.
1. Pentoxifilin:
Mempunyai 3 cara kerja:
Sebagai anti agregasi → menghancurkan thrombus
Meningkatkan deformalitas eritrosit
Memperbaiki sirkulasi intraselebral
2. Neuroprotektan:
- Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron, ex: neotropil
Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan sintesis glikogen
- Nimodipin: gol. Ca blocker yang merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel, ex.nimotup
Cara kerja dengan merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel dan memperbaiki perfusi jaringan otak
- Citicholin: mencegah kerusakan sel otak, ex. Nicholin
Cara kerja dengan menurunkan free faty acid, menurunkan generasi radikal bebas dan biosintesa lesitin
- Ekstrax gingkobiloba, ex ginkan
Pengobatan konservatif:
Pada percobaan vasodilator mampu meningkatkan aliran darah otak (ADO), tetapi belum terbukti demikian pada tubuh manusia. Dilator yang efektif untuk pembuluh di tempat lain ternyata sedikit sekali efeknya bahkan tidak ada efek sama sekali pada pembuluh darah serebral, terutama bila diberikan secara oral (asam nikotinat, tolazolin, papaverin dan sebagainya), berdasarkan uji klinis ternyata pengobatan berikut ini masih berguna : histamin, aminofilin, asetazolamid, papaverin intraarteri.

Pembedahan:
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darah otak. Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernafasan dan kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.
Asuhan Keperawatan
Pengkajian:
1. Perubahan pada tingkat kesadaran atau responivitas yang dibuktikan dengan gerakan, menolak terhadap perubahan posisi dan respon terhadap stimulasi, berorientasi terhadap waktu, tempat dan orang
2. Ada atau tidaknya gerakan volunteer atau involunter ekstremitas, tonus otot, postur tubuh, dan posisi kepala.
3. kekakuan atau flaksiditas leher.
4. Pembukaan mata, ukuran pupil komparatif, dan reaksi pupil terhadap cahaya dan posisi okular.
5. Warna wajah dan ekstremitas, suhu dan kelembaban kulit.
6. Kualitas dan frekuensi nadi, pernapasan, gas darah arteri sesuai indikasi, suhu tubuh dan tekanan arteri.
7. kemampuan untuk bicara
8. Volume cairan yang diminum dan volume urin yang dikeluarkan setiap 24 jam.
Diagnosa yang mungkin muncul:
1. Kerusakan mobilitas fisik b.d hemiparese, kehilangan koordinasi dan keseimbangan, spastisitas, dan cedera otak
2. nyeri b.d hemiparese dan disuse
3. Kurang perawatan diri b.d gejala sisa stroke
4. Kerusakan komunikasi verbal b.d kerusakan otak
5. Perubahan proses berpikir b.d kerusakan otak, konfusi, ketidakmampuan mengikuti instruksi
6. Inkontinensia b.d kandung kemih flaksid, ketidak stabilan detrusor
7. Perubahan proses keluarga b.d penyakit berat dan beban pemberian perawatan

Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan/KH Intervensi Rasional
1. Kerusakan mobilitas fisik b.d hemiparese, kehilangan koordinasi dan keseimbangan, spastisitas, dan cedera otak Ambulasi/ROM normal dipertahankan
KH:
-Sendi tidak kaku
-Tidak terjadi atropi otot 1. Terapi latihan
Mobilitas sendi
-Jelaskan pada klien&kelg tujuan latihan pergerakan sendi.
-Monitor lokasi&ketidaknyamanan selama latihan
-Gunakan pakaian yang longgar
-Kaji kemampuan klien terhadap pergerakan
-Encourage ROM aktif
-Ajarkan ROM aktif/pasif pada klien/kelg.
-Ubah posisi klien tiap 2 jam.
-Kaji perkembangan/kemajuan latihan
2. Self care Assistance
-Monitor kemandirian klien
-bantu perawatan diri klien dalam hal: makan,mandi, toileting.
-Ajarkan keluarga dalam pemenuhan perawatan diri klien. Pergerakan aktif/pasif bertujuan untuk mempertahankan fleksibilitas sendi
Ketidakmampuan fisik dan psikologis klien dapat menurunkan perawatan diri sehari-hari dan dapat terpenuhi dengan bantuan agar kebersihan diri klien dapat terjaga
2. Nyeri kepala b.d hemiparese, disuse Klien dapat mengontrol nyeri
KH:
-Klien mengatakan nyeri yang dirasakan berkurang
-Klien dapat mendeskripsikan bagaimana mengontrol nyeri
-Klien mengatakan kebutuhan istirahat dapat terpenuhi
-Klien dapat menerapkan metode non farmakologik untuk mengontrol nyeri 1. Identifikasi nyeri yang dirasakan klien (P, Q, R, S, T)
2. Pantau tanda-tanda vital.
3. Berikan tindakan kenyamanan.
Ajarkan teknik non farmakologik (relaksasi, fantasi, dll) untuk menurunkan nyeri.
4. Berikan analgetik sesuai indikasi Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.
Memberikan dukungan menurunkan ketegangan otot, meningkatkan relaksasi, menfokuskan ulang perhatian, meningkatkan rasa control diri dan kemampuan kopimg.
Titik managemen intervensi
3. Resiko infeksi b.d prosedur invasif Pasien tidak mengalami infeksi
KH:
Klien bebas dari tanda-tanda infeksi
-Klien mampu menjelaskan tanda&gejala infeksi 1. Mengobservasi&melaporkan tanda&gejala infeksi, spt kemerahan, hangat, rabas dan peningkatan suhu badan
2. mengkaji suhu klien netropeni setiap 4 jam, melaporkan jika temperature lebih dari 380C
3. Menggunakan thermometer elektronik atau merkuri untuk mengkaji suhu
4. Catat7laporkan nilai laboratorium
5. kaji warna kulit, kelembaban kulit, tekstur dan turgor lakukan dokumentasi yang tepat pada setiap perubahan
6. Dukung untuk konsumsi diet seimbang, penekanan pada protein untuk pembentukan system imun Onset infeksi dengan system imun diaktivasi&tanda infeksi muncul
Klien dengan netropeni tidak memproduksi cukup respon inflamasi karena itu panas biasanya tanda&sering merupakan satu-satunya tanda
Nilai suhu memiliki konsekuensi yang penting terhadap pengobatan yang tepat
Nilai lab berkorelasi dgn riwayat klien&pemeriksaan fisik utk memberikan pandangan menyeluruh
Dapat mencegah kerusakan kulit, kulit yang utuh merupakan pertahanan pertama terhadap mikroorganisme
Fungsi imun dipengaruhi oleh intake protein
4. Defisit perawatan diri b.d gejala sisa stroke Klien dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri
KH:
-Klien terbebas dari bau, dapat makan sendiri, dan berpakaian sendiri 7. Observasi kemampuan klien untuk mandi, berpakaian dan makan.
8. Bantu klien dalam posisi duduk, yakinkan kepala dan bahu tegak selama makan dan 1 jam setelah makan
9. Hindari kelelahan sebelum makan, mandi dan berpakaian
10. Dorong klien untuk tetap makan sedikit tapi sering Dengan menggunakan intervensi langsung dapat menentukan intervensi yang tepat untuk klien
Posisi duduk membantu proses menelan dan mencegah aspirasi
Konservasi energi meningkatkan toleransi aktivitas dan peningkatan kemampuan perawatan diri
Untuk meningkatkan nafsu makan
5. Gangguan pola tidur b.d lingkungan &kurangnya privasi Klien dapat memenuhi kebutuhan tiudur
KH:
Klien jarng terbangun pada malam hari
-Klien mudah tertidur tanpa merasa kesulitan
-Klien dapat bangun pada pagi hari dengan segar&tidak merasa lelah 1. Mengkaji pola tidur klien untuk merencanakan perawatan
2. Observasi medikasi & diet klien
3.Bantu klien mengurangi nyeri sebelum tidur dan posisikan klien dengan nyaman untuk tidur
4. Jaga lingkungan tenang, misalnya menurunkan volume radio&televisi Kebiasaan pola tidur adalah individual. Data yang dikumpulkan secara komprehensif dan holistic dibutuhkan untuk memutuskan etiologi gangguan tidur
Sulit tidur bias merupakan efek samping medikasi
Klien mengatakan posisi yang tidak nyaman dan nyeri adalah factor yang sering menjadi penyebab gangguan tidur
Keramaian yang berlebih menyebabkan gangguan tidur
7. Kurang pengetahuan b.d kurang mengakses informasi kesehatan Pengetahuan klien meningkat
KH:
-Klien & keluarga memahami tentang penyakit Stroke, perawatan dan pengobatan 1. Mengkaji kesiapan&kemampuan klien untuk belajar
2. Mengkaji pengetahuan&ketrampilan klien sebelumnya tentang penyakit&pengaruhnya terhadap keinginan belajar
3. Berikan materi yang paling penting pada klien
4. Mengidentifikasi sumber dukungan utama&perhatikan kemampuan klien untuk belajar & mendukung perubahan perilaku yang diperlukan
5. Mengkaji keinginan keluarga untuk mendukung perubahan perilaku klien
6. Evaluasi hasi pembelajarn klie lewat demonstrasi&menyebautkan kembali materi yang diajarkan Proses belajar tergantung pada situasi tertentu, interaksi social, nilai budaya dan lingkungan
Informasi baru diserap meallui asumsi dan fakta sebelumnya dan bias mempengaruhi proses transformasi
Informasi akan lebih mengena apabila dijelaskan dari konsep yang sederhana ke yang komplek
Dukungan keluarga diperlukan untuk mendukung perubahan perilaku

ASKEP ATRESIA ANI

ASKEP ATRESIA ANI
TINJAUAN TEORI
1. Pengertian Atresia Ani
Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002)
Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM)
Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 520 : 2003).
Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya
Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:
1. Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus
2. Membran anus yang menetap
3. Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam-
macam jarak dari peritoneum
4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung
2. Etiologi
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.
3. Patofisiologi
Atresia ani atau anus imperforate dapat disebabkan karena :
1) Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik
2) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur
3) Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan
4) Berkaitan dengan sindrom down
5) Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan
Terdapat tiga macam letak
Tinggi (supralevator) → rektum berakhir di atas M.Levator ani (m.puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit perineum >1 cm. Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital
Intermediate → rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak menembusnya
Rendah → rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm.
Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina/perineum
Pada laki-laki umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke traktus urinarius
4. Manifestasi Klinis
1) Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
2) Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
3) Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.
4) Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula).
5) Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
6) Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
7) Perut kembung.
(Betz. Ed 7. 2002)
5. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :
a. Asidosis hiperkioremia.
b. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
d. Komplikasi jangka panjang.
- Eversi mukosa anal
- Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)
e. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
f. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
g. Prolaps mukosa anorektal.
h. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)
(Ngustiyah, 1997 : 248)
6. Klasifikasi
Klasifikasi atresia ani :
1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat keluar.
2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus.
4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum
(Wong, Whaley. 1985).
7. Penatalaksanaan Medis
a. Pembedahan
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan kelainan. Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk kelainan dilakukan kolostomi beberapa lahir, kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat anus permanen (prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12 bulan. Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badan dan bertambah baik status nutrisnya. Gangguan ringan diatas dengan menarik kantong rectal melalui afingter sampai lubang pada kulit anal fistula, bila ada harus tutup kelainan membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal membran tersebut dilubangi degan hemostratau skapel
b. Pengobatan
1) Aksisi membran anal (membuat anus buatan)
2) Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan dilakukan korksi sekaligus (pembuat anus permanen)
(Staf Pengajar FKUI. 205)
8. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum dilakukan pada gangguan ini.
b) Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium.
c) Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rectal.
d) Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.
e) Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
f) Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan
a. Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah tersebut.
b. Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus, pada bayi dengan anus impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon/rectum.
c. Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala dibawah dan kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada foto daerah antara benda radio-opak dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN ATRESIA ANI
1. Pengkajian
1) Biodata klien
2) Riwayat keperawatan
a. Riwayat keperawatan/kesehatan sekarang
b. Riwayat kesehatan masa lalu
3) Riwayat psikologis
Koping keluarga dalam menghadapi masalah
4) Riwayat tumbuh kembang
a. BB lahir abnormal
b. Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh kembang pernah mengalami trauma saat sakit
c. Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal
d. Sakit kehamilan tidak keluar mekonium
5) Riwayat sosial
Hubungan sosial
6) Pemeriksaan fisik
2. Diagnosa Keperawatan
Dx Pre Operasi
1) Konstipasi berhubungan dengan aganglion.
2) Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake, muntah.
3) Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur perawatan.
Dx Post Operasi
1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari kolostomi.
2) Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.
3. Rencana Keperawatan
a. Diagnosa Pre Operasi
Dx. 1 Konstipasi berhubungan dengan aganglion
Tujuan : Klien mampu mempertahankan pola eliminasi BAB dengan teratur.
Kriteria Hasil :
Penurunan distensi abdomen.
Meningkatnya kenyamanan.
Intervensi :
1. Lakukan enema atau irigasi rectal sesuai order
R/ Evaluasi bowel meningkatkan kenyaman pada anak.
2. Kaji bising usus dan abdomen setiap 4 jam
R/ Meyakinkan berfungsinya usus
3. Ukur lingkar abdomen
R/ Pengukuran lingkar abdomen membantu mendeteksi terjadinya distensi
Dx. 2 Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake, muntah
Tujuan : Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan
Kriteria Hasil :
Output urin 1-2 ml/kg/jam
Capillary refill 3-5 detik
Turgor kulit baik
Membrane mukosa lembab
Intervensi :
1. Monitor intake – output cairan
R/ Dapat mengidentifikasi status cairan klien
2. Lakukan pemasangan infus dan berikan cairan IV
R/ Mencegah dehidrasi
3. Pantau TTV
R/ Mengetahui kehilangan cairan melalui suhu tubuh yang tinggi
Dx 3 Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur perawatan.
Tujuan : Kecemasan orang tua dapat berkurang
Kriteria Hasil :
Klien tidak lemas
Intervensi :
1. Jelaskan dengan istilah yang dimengerti oleh orang tua tentang anatomi dan fisiologi saluran pencernaan normal. Gunakan alay, media dan gambar
R/ Agar orang tua mengerti kondisi klien
2. Beri jadwal studi diagnosa pada orang tua
R/ Pengetahuan tersebut diharapkan dapat membantu menurunkan kecemasan
3. Beri informasi pada orang tua tentang operasi kolostomi
R/ Membantu mengurangi kecemasan klien
b. Diagnosa Post Operasi
Dx 1 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari kolostomi.
Tujuan : Klien tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan kulit lebih lanjut.
Intervensi :
1. Gunakan kantong kolostomi yang baik
2. Kosongkan kantong ortomi setelah terisi ¼ atau 1/3 kantong
3. Lakukan perawatan luka sesuai order dokter
Dx 2 Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.
Tujuan : Orang tua dapat meningkatkan pengetahuannya tentang perawatan di rumah.
Intervensi :
1. Ajarkan pada orang tua tentang pentingnya pemberian makan tinggi kalori tinggi protein.
2. Ajarkan orang tua tentang perawatan kolostomi.
4. Evaluasi
Pre Operasi Post operasi
1. Tidak terjadi konstipasi
2. Defisit volume cairan tidak terjadi
3. Lemas berkurang 1. Kerusakan integritas kulit tidak terjadi
2. Klien memiliki pengetahuan perawatan di rumah


DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisike-3. Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi ke-6. Jakarta : EGC.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Sri Kurnianianingsih (ed), Monica Ester (Alih Bahasa). edisi ke-4. Jakarta : EGC.

CONTOH SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Materi : Bahaya jajan sembarangan
Peserta : Siswa/i SMP N 19 Kota Jambi
Jumlah peserta : 50 orang
Waktu : Hari :kamis
Tanggal : 28 januari 2010
Jam : O8.00 s\d 10.00 WIB
Tempat : Ruang kelas SMP N 19 Kota Jambi
TU : Memahami bahaya jajan sembarangan
TIK :
1. Siswa/i memahami dan dapat menjelaskan kembali pengertian jajan sembarangan
2. Siswa/i memahami dan dapat menjelaskan kembali jenis makanan jajanan
3. Siswa/i memahami dan dapat menjelaskan kembali bahaya jajan sembarangan
4. Siswa/i memahami dan dapat menjelaskan kembali pencegahan jajan sembarangan
5. Siswa/i memahami dan dapat menerapkan pola makan yang sehat
Pokok Bahasan : Bahaya jajan sembarangan
Sub Pokok Bahasan :
1. Pengertian jajan sembarangan
2. Jenis makanan jajanan
3. Bahaya jajan sembarangan
4. Pencegahan jajan sembarangan
5. Penerapan pola makan sehat

Metode : Ceramah + tanya jawab
Alat bantu : Audio visual (LCD, Laptop) + Leaflet
Materi : Terlampir
Evaluasi : Penyaji memberi pertanyaan lisan kepada audiens kemudian
menyimpulkan materi secara bersama-sama






Strategi Penyuluhan :

Tahap Kegiatan penyuluh Kegiatan peserta
Pembukaan
(15 menit)



Pelaksanaan
(60 menit)






Evaluasi
(15 menit)






Penutup
(10 menit) 1. Salam pembuka
2. Penyuluh memperkenalkan diri


Penyuluh memberikan materi berupa :
o Ceramah
o Tanya jawab




1. Penyuluh memberikan 3 pertanyaan kepada peserta secara lisan
2. Pertanyaan (terlampir)




1. Penyaji memberikan dorprise kepada peserta yang bisa menjawab pertanyaan

2. Menyimpulkan kembali secara bersama-sama
3. Salam penutup 1. Membalas salam
2. Peserta menyimak



Audiens mendengarkan materi yang disampaikan penyaji.
Audiens berinteraksi dengan penyaji mengenai materi yang disampaikan


1. Peserta menjawab pertanyaan sesuai dengan jawabannya
2. Jawaban (terlampir)




1. Peserta menerima dorprise



2. Peserta ikut menyimpulkan
3. Menjawab salam
















MATERI
1. DEFINISI MAKANAN JAJANAN
Makanan jajanan merupakan campuran dari berbagai bahan makanan yang di analisis secara bersamaan dalam bentuk olahan (I DEWA NYOMAN SUPARIASA DKK 2001:108)
Sedangkan menurut FAO makanan jajanan didefinisikan sebagai makanan dan minuman yang di persiapkan dan atau di jual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan ditempat-tempat keramaian yang langsung di makan atau konsumsi tanpa pengolahn atau persiapan lebih lanjut .
Menurut Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2004 mendefinisikan pangan siap saji sebagai makanan dan atau minuman yang sudah diolah dan siap untuk langsung disajikan ditempat usaha atau di luar tempat usaha sesuai pesanan.


2. JENIS MAKANAN JAJANAN
Jenis makanan menurut winarno dan mulyati(2003:22) di bagi menjadi 4 kelompok :
1. makanan utama, seperti rames, nasi pecel, bakso, mi ayam dll
2. sneck atau penganan, seperti kue-kue, onde-onde, pisang goreng, dll
3. golongan minuman seperti cendol, es teh, dawet, es cream, dll
4. buah-buahan
Fungsi makanan jajanan
Jajanan bagi anak sekolah dapat berfungsi sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan energi karena aktivitas fisik yang tinggi ( apalagi anak yang tidak sarapan pagi ). Disamping itu juga makanan jajanan dapat mengenyangkan perut untuk sementara.

3. BAHAYA JAJANAN MAKANAN
1. Jajanan yang dijual di pinggir jalan dapat tercemar oleh timbal (Pb) yang berasal dari sisa pembakaran atau asap kendaraan bermotor. Keracunan Pb kronik ditandai dengan depresi, sakit kepala, sulit berkonsentrasi, daya ingat terganggu, dan sulit tidur. Gejala yang timbul mual, muntah, sakit perut hebat, kelainan fungsi otak, anemia berat, kerusakan ginjal, bahkan kematian dapat terjadi dalam waktu 1-2 hari.
2. Makanan yang tidak bersih dapat tercemar bakteri E-coli. Gangguan yang disebabkan oleh bakteri ini adalah sakit perut, diare, dan gangguan pencernaan lainnya.
3. Jajanan yang menggunakan formalin dan boraks dapat mengakibatkan gangguan pencernaan, seperti sakit perut akut, muntah-muntah, depresi sistem syaraf, serta kegagalan peredaran darah. Formalin dan boraks biasanya digunakan untuk pengawet mayat, pembasmi kecoa, dan penghilang bau. Dalam dosis tinggi, formalin menyebabkan kejang-kejang, tidak bisa kencing, muntah darah, kerusakan ginjal, bahkan kematian.


4. Jajanan dengan pewarna rhodamin dapat mengakibatkan gangguan fungsi hati.
5. Jajanan yang mengandung vetsin (Mono sodium glutamat/MSG) dapat menyebabkan sindrom restoran china (BKKBN, 2005:internet).

4. PENCEGAHAN
o Benar juga apa yang sering dikatakan oleh orang tua kita dulu, breakfast is the most important meal of the day. Sarapan pagi adalah makanan yang paling penting dalam aktivitas harian. Begitu pula pada anak-anak sekolah, sebab waktu sekolah penuh dengan aktifitas yang membutuhkan energi dan kalori yang cukup besar. Dengan mengkonsumsi 2 potong roti dan telur atau satu porsi bubur ayam. Atau bisa juga satu gelas susu dan buah, anak-anak akan mendapatkan kalori yang cukup untuk aktivitas awal hari mereka.
o Sebagai upaya agar anak-anak tidak sembarangan membeli jajanan, mungkin perlu dipikirkan usaha dimana sekolah berusaha memberikan atau memfasilitasi pemberian makanan ringan atau makan siang di lingkungan sekolah. Orang tua juga bisa membekali makanan dari rumah, agar terjamin kebersihannya. Hal ini dilakukan untuk mencegah dan menjamin supaya anak tidak sembarangan membeli jajanan.




5. PENERAPAN POLA MAKAN SEHAT
o Minum air putih 6- 8 gelas/hari
o Makan 3x/hari
o Pilih makanan atau hidangan dengan kadar lemak rendah.
o Perbanyak makan buah dan sayuran
o Konsumsi fast food max.2x/bulan
o Makan malam tepat waktu

PERTANYAAN DAN JAWABAN
Pertanyaan :
1. Jelaskan pengertian jajan sembarangan ?
2. Jelaskan bahaya jajan sembarangan ?
3. Bagaimana pencegahan jajan sembarangan ?
Jawaban :
1. Menurut FAO makanan jajanan didefinisikan sebagai makanan dan minuman yang di persiapkan dan atau di jual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan ditempat-tempat keramaian yang langsung di makan atau konsumsi tanpa pengolahn atau persiapan lebih lanjut .

2. Bahaya jajan sembarangan antara lain :
a) Jajanan yang dijual di pinggir jalan dapat tercemar oleh timbal (Pb) yang berasal dari sisa pembakaran atau asap kendaraan bermotor. Keracunan Pb kronik ditandai dengan depresi, sakit kepala, sulit berkonsentrasi, daya ingat terganggu, dan sulit tidur. Makanan yang tidak bersih dapat tercemar bakteri E-coli. Gangguan yang disebabkan oleh bakteri ini adalah sakit perut, diare, dan gangguan pencernaan lainnya.
b) Jajanan yang menggunakan formalin dan boraks dapat mengakibatkan gangguan pencernaan, seperti sakit perut akut, muntah-muntah, depresi sistem syaraf, serta kegagalan peredaran darah.
c) Jajanan dengan pewarna rhodamin dapat mengakibatkan gangguan fungsi hati.
d) Jajanan yang mengandung vetsin (Mono sodium glutamat/MSG) dapat menyebabkan sindrom restoran china (BKKBN, 2005:internet).
3. Pencegahan jajan sembarangan antara lain :
a) Sarapan pagi di rumah
b) Sekolah mengusahakan pemberian makanan ringan atau makan siang di lingkungan sekolah.
c) Pembekalan orang tua kepada anaknya
d) Tidak membawa uang yang berlebihan
e) Mengetahui kandungan makanan yang di konsums

KESIMPULAN
Makanan jajanan merupakan campuran dari berbagai bahan makanan yang di analisis secara bersamaan dalam bentuk olahan (I DEWA NYOMAN SUPARIASA DKK 2001:108)
Menurut FAO makanan jajanan didefinisikan sebagai makanan dan minuman yang di persiapkan dan atau di jual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan ditempat-tempat keramaian yang langsung di makan atau konsumsi tanpa pengolahn atau persiapan lebih lanjut .
Bahaya jajan sembarangan antara lain :
a. Jajanan yang dijual di pinggir jalan dapat tercemar oleh timbal (Pb) yang berasal dari sisa pembakaran atau asap kendaraan bermotor. Keracunan Pb kronik ditandai dengan depresi, sakit kepala, sulit berkonsentrasi, daya ingat terganggu, dan sulit tidur. Makanan yang tidak bersih dapat tercemar bakteri E-coli. Gangguan yang disebabkan oleh bakteri ini adalah sakit perut, diare, dan gangguan pencernaan lainnya.
b. Jajanan yang menggunakan formalin dan boraks dapat mengakibatkan gangguan pencernaan, seperti sakit perut akut, muntah-muntah, depresi sistem syaraf, serta kegagalan peredaran darah.
c. Jajanan dengan pewarna rhodamin dapat mengakibatkan gangguan fungsi hati.
d. Jajanan yang mengandung vetsin (Mono sodium glutamat/MSG) dapat menyebabkan sindrom restoran china (BKKBN, 2005:internet).
Pencegahan jajan sembarangan antara lain :
a. Sarapan pagi di rumah
b. Sekolah mengusahakan pemberian makanan ringan atau makan siang di lingkungan sekolah.
c. Pembekalan orang tua kepada anaknya
d. Tidak membawa uang yang berlebihan
e. Mengetahui kandungan makanan yang di konsumsi

ASKEP LABIO PALATOKISIS

PENDAHULUAN

Kasus bibir sumbing dan celah langit-langit merupakan cacat bawaan yang masih
menjadi masalah di tengah masyarakat. Antara Februari - Mei 1992, IKABI cabang
Padang mengadakan pengabdian masyarakat di dua Kabupaten 50 Kota dan Solok
berbentuk operasi bibir sumbing secara gratis. Dilakukan penelitian pada 126 penderita yang dilakukan operasi. Hardjowasito dengan kawan-kawan di propinsi Nusa Tenggara Timur antara April 1986 sampai Nopember 1987 melakukan operasi
pada 1004 kasus bibir sumbing atau celah langit-langit pada bayi, anak maupun dewasa di antara 3 juta penduduk.

Pada dasarnya kelainan bawaan dapat terjadi pada mulut, yang biasa disebut labiopalatoskisis. Kelainan ini diduga terjadi akibat infeksi virus yang diderita ibu pada kehamilan trimester 1. jika hanya terjadi sumbing pada bibir, bayi tidak akan mengalami banyak gangguan karena masih dapat diberi minum dengan dot biasa. Bayi dapat mengisap dot dengan baik asal dotnya diletakan dibagian bibir yang tidak sumbing.

Kelainan bibir ini dapat segera diperbaiki dengan pembedahan. Bila sumbing mencakup pula palatum mole atau palatum durum, bayi akan mengalami kesukaran minum, walaupun bayi dapat menghisap naun bahaya terdesak mengancam. Bayi dengan kelainan bawaan ini akan mengalami gangguan pertumbuhan karena sering menderita infeksi saluran pernafasan akibat aspirasi.keadaan umu yang kurang baik juga akan menunda tindakan untuk meperbaiki kelainan tersebut.

A.DEFINISI
Labio/plato skisis adalah merupakan kongenital anomali yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah.
Palatoskisi adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu.

B.ETIOLOGI
FAKTOR HERIDITER
Sebagai faktor yang sudah dipastikan. Gilarsi : 75% dari faktor keturunan resesif dan 25% bersifat dominan.
1.Mutasi gen.
2.Kelainan kromosom.

FAKTOR EKSTERNAL / LINGKUNGAN :
1.Faktor usia ibu
2.Obat-obatan. Asetosal, Aspirin (SCHARDEIN-1985) Rifampisin, Fenasetin, Sulfonamid, Aminoglikosid, Indometasin, Asam Flufetamat, Ibuprofen, Penisilamin, Antihistamin dapat menyebabkan celah langit-langit. Antineoplastik, Kortikosteroid
3.Nutrisi
4.Penyakit infeksi Sifilis, virus rubella
5.Radiasi
6.Stres emosional
7.Trauma, (trimester pertama)

C.PATOFISIOLOGI
Kelainan sumbing selain mengenai bibir juga bisa mengenai langit-langit. Berbeda pada kelainan bibir yg terlihat jelas secara estetik, kelainan sumbing langit2 lebih berefek kepada fungsi mulut seperti menelan, makan, minum, dan bicara. Pada kondisi normal, langit2 menutup rongga antara mulut dan hidung. Pada bayi yang langit2nya sumbing barrier ini tidak ada sehingga pada saat menelan bayi bisa tersedak.Kemampuan menghisap bayi juga lemah, sehingga bayi mudah capek pada saat menghisap, keadaan ini menyebabkan intake minum/makanan yg masuk menjadi kurang dan jelas berefek terhadap pertumbuhan dan perkembangannya selain juga mudah terkena infeksi saluran nafas atas karena terbukanya palatum tidak ada batas antara hidung dan mulut, bahkan infeksi bisa menyebar sampai ke telinga.

D.MANIFESTASI KLINIS
Pada labio Skisis:
1.Distorsi pada hidung
2.Tampak sebagian atau keduanya
3.Adanya celah pada bibir
Pada palato skisis:
1.Tampak ada celah pada tekak (uvula), palato lunak, dan keras dan atau foramen incisive
2.Adanya rongga pada hidung
3.Distorsi hidung
4.Teraba aa celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari
5.Kesukaran dalam menghisap atau makan

E.KOMPLIKASI
1.Gangguan bicara dan pendengaran
2.Terjadinya otitis media
3.Asirasi
4.Distress pernafasan
5.Risisko infeksi saluran nafas
6.Pertumbuhan dan perkembangan terhambat

F.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.Foto rontgen
2.Pemeriksaan fisisk
3.MRI untuk evaluasi abnormal

G.PEMERIKSAAN TERAPEUTIK
1.Penatalaksanaan tergantung pada beratnya kecacatan
2.Prioritas pertama adalah pada teknik pemberian nutrisi yang adekuat
3.Mencegah komplikasi
4.Fasilitas pertumbuhan dan perkembangan
5.Pembedahan: pada labio sebelum kecacatan palato; perbaikan dengan pembedahan usia 2-3 hari atua sampai usia beberapa minggu prosthesis intraoral atau ekstraoral untuk mencegah kolaps maxilaris, merangsang pertumbuhan tulang, dan membantu dalam perkembangan bicara dan makan, dapat dilakukan sebelum penbedahan perbaikan.
6.Pembedahan pada palato dilakukan pada waktu 6 bulan dan 2 tahun, tergantung pada derajat kecacatan. Awal fasilitaspenutupan adalah untuk perkembangan bicara.

H.PENATALAKSANAAN
Pada bayi yang langit2nya sumbing barrier ini tidak ada sehingga pada saat menelan bayi bisa tersedak.Kemampuan menghisap bayi juga lemah, sehingga bayi mudah capek pada saat menghisap, keadaan ini menyebabkan intake minum/makanan yg masuk menjadi kurang. Untuk membantu keadaan ini biasanya pada saat bayi baru lahir di pasang:
1.Pemasangan selang Nasogastric tube, adalah selang yang dimasukkan melalui hidung..berfungsi untuk memasukkan susu langsung ke dalam lambung untuk memenuhi intake makanan.
2.Pemasangan Obturator yang terbuat dr bahan akrilik yg elastis, semacam gigi tiruan tapi lebih lunak, jd pembuatannya khusus dan memerlukan pencetakan di mulut bayi. Beberapa ahli beranggarapan obturator menghambat pertumbuhan wajah pasien, tp beberapa menganggap justru mengarahkan. Pada center2 cleft spt Harapan Kita di Jakarta dan Cleft Centre di Bandung, dilakukan pembuatan obturator, karena pasien rajin kontrol sehingga memungkinkan dilakukan penggerindaan oburator tiap satu atau dua minggu sekali kontrol dan tiap beberapa bulan dilakukan pencetakan ulang, dibuatkan yg baru sesuai dg pertumbuhan pasien.
3.Pemberian dot khusus dot khusus, dot ini bisa dibeli di apotik2 besar. Dot ini bentuknya lebih panjang dan lubangnya lebih lebar daripada dot biasa; tujuannya dot yang panjang menutupi lubang di langit2 mulut; susu bisa langsung masuk ke kerongkongan; karena daya hisap bayi yang rendah, maka lubang dibuat sedikit lebih besar.
operasi, dengan beberapa tahap, sebagai berikut :
1. Penjelasan kepada orangtuanya
2. Umur 3 bulan (rule over ten) : Operasi bibir dan alanasi(hidung), evaluasi telinga.
3. Umur 10-12 bulan : Qperasi palato/celah langit-langit, evaluasi pendengaran dan telinga.
4. Umur 1-4 tahun : Evaluasi bicara, speech theraphist setelah 3 bulan pasca operasi
5. Umur 4 tahun : Dipertimbangkan repalatoraphy atau/dan Pharyngoplasty
6. Umur 6 tahun : Evaluasi gigi dan rahang, evaluasi pendengaran.
7. Umur 9-10 tahun : Alveolar bone graft (penambahan tulang pada celah gusi)
8. Umur 12-13 tahun : Final touch, perbaikan-perbaikan bila diperlukan.
9. Umur 17 tahun : Evaluasi tulang-tulang muka, bila diperlukan advancementosteotomy LeFORTI

I.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh atau tidak efektif dalam meneteki ASI b/d ketidakmampuan menelan/kesukaran dalam makan sekunder dari kecacatan dan pembedahan.
2.Risiko aspirasi b/d ketidakmampuan mengeluarkan sekresi sekunder dari palato skisis
3.Risiko infeksi b/d kecacatan (sebelum operasi) dan atau insisi pembedahan
4.Kurang pengetahuan keluarga b/d teknik pemberian makan, dan perawatan dirumah
5.Nyeri b/d insisi pembedahan

J.INTERFENSI
1.Nutrisi yang adekuat dapat dipertahankan yang ditandai adanya peningkatan berat badan dan adaptasi dengan metode makan yang sesuai
2.Anak akan bebas dari aspirasi
3.Anak tidak menunjukan tanda-tanda infeksi sebelum dan sesudah operasi, luka tampak bersih, kering dan tidak edema.
4.Orang tua dapat memahami dan dapat mendemonstrasikan dengan metode pemberian makan pada anak, pengobatan setelah pembedahan dan, harapan perawat sebelum dan sesudah operasi.
5.Rasa nyaman anak dapat dipertahankan yang ditandai dengan anak tidak menangis, tidsk lsbil dan tidak gelisah.

K.IMPLEMENTASI
1.Mempertahankan nutrisi adekuat
1.Kaji kemampuan menelan dan mengisap
2.Gunakan dot botol yang lunak yang besar, atau dot khusus dengan lubang yang sesuai untuk pemberian minum
3.Tempatka dot pada samping bibir mulut bayi dan usahakan lidah mendorong makan/minuman kedalam
4.Berikan posisi tegak lurus atau semi duduk selama makan
5.Tepuk punggung bayi setiap 15ml 30ml minuman yang diminum, tetapi jangan diangkat dot selama bayi menghisap
6.Berikan makan pada anak sesuai dengan jadwal dan kebutuhan
7.Jelaskan pada orang tua tentang prosedur operasi, puasa 6 jam dan pemberian infus lainnya
8.Prosedur perawatan setelah operasi, ranngsangan untuk menelan ata menghisap, dapat menggunakan jari-jari dengan cuci tangan yang bersih atau dot sekitar mulut 7-10 hari, bila sudah toleran berikan minuman pada bayi, dan minuman atau makanan lunak untuk anak sesuai dengan diitnya.
2.Mencegah aspirasi dan obstruksi jalan napas
1.Kaji status pernafasan selama pemberian makan
2.Gunakan dot agak besar, rangsang hisap dengan sentuhan dot pada bibir
3.Perhatikan posisi bayi saat memberi makan, tegak atau setengah duduk
4.Beri makan secara perlahan
5.Lakukan penepukan punggung setelah pemberian minum
3.Mencegah infeksi
1.Berikan posisi yang tepat setelah makan, miring kekanan kepala agak sedikit tinggi supaya makanan tertelan dan mencegah aspirasi yang dapat berakibat pnemonia
2.Kaji tanda-tanda infeksi, termasuk drainage, bau dan demam.
3.Lakukan perawatan luka dengan hati-hat dengan menggunakan teknik steril
4.Perhatikan posisi jahitan, hindari jangan kontak dengan alat-alat yang tidak steril, misalnya alat tenun dan lainnya.
5.Perhatikan perdarahan, edema, dan drainage
6.Hindari gosok gigi pada anak kira-kira 1-2 minggu
4.Mempersiapkan orang tua untuk menerima keadaan bayi/anak dan perawatan dirumah
1.Jelaskan prosedur operasi sebelum dan sesudah operasi
2.Ajarkan pada ornag tua dalam perawatan anak ; cara pemberian makan/minum dengan alat, mencegah infeksi, dan mencegah aspirasi, posisi pada saat pemberian makan/minum, lakukanpenepukan punggung, bersihkan mulut setelah makan
5.Meningkatkan rasa nyaman
1.Kaji pola istirahat bayi dan kegelisahan
2.Tenangkan bayi
3.Bila klien anak, berikan aktivitas bermain yang sesuai dengan usia dan kondisinya
4.Berikan analgetik sesuai program

ASKEP SYNDROM NEFROTIK

BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFENISI

Sindroma nefrotik ialah penyakit dengan gejala edema , proteinuria , hipoalbuminemia dan hiperkholesterolemia. Terbanyak terdapat antara 3-4 tahun dengan perbandingan pria ; wanita =2:1.
Tanda-tanda tersebut dijumpai disetiap kondisi yang sangat merusak membran kapiler glomerulus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus.
Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak, merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperkholesterolemia serta sembab. Yang dimaksud proteinuria masif adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih. Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan kadang-kadang azotemia.1
B. ETIOLOGI
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1. Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun.
Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer dikelompokkan menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney Disease in Children). Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan imunofluoresensi.
Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa sindrom nefrotik tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik tipe kelainan minimal jauh lebih sedikit dibandingkan pada anak-anak.4
Di Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak berbeda dengan data-data di luar negeri. Wila Wirya 5 menemukan hanya 44.2% tipe kelainan minimal dari 364 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan Noer 6 di Surabaya mendapatkan 39.7% tipe kelainan minimal dari 401 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi.
2. Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah :
a. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport, miksedema.
b. Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS.
c. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun serangga, bisa ular.
d. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-Sch�nlein, sarkoidosis.
e. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal

3. Syndrome Nefrotik Idiopatik
Gambaran klinik :
Edema merupakan klinik yang menonjol, kadang-kadang 40% dari berat badan. Pada keadaan anasarka terdapat asites, hidrothoraks, edema scrotum. Penderita sangat rentang terhadap infeksi skunder. Selama beberapa minggu terdapat haem aturia, asotemia dan hipertensi ringan.


C. PATOFISIOLOGI
Pemahaman patogenesis dan patofisiologi sangat penting dan merupakan pedoman pengobatan rasional untuk sebagian besar pasien SN.
• Proteinuri
Proteinuri merupakan kelainan dasar SN. Proteinuri sebagian besar berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuri tubular). Perubahan integritas membrana basalis glomerulus menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan protein utama yang diekskresikan dalam urin adalah albumin. Derajat proteinuri tidak berhubungan langsung dengan keparahan kerusakan glomerulus. Pasase protein plasma yang lebih besar dari 70 kD melalui membrana basalis glomerulus normalnya dibatasi oleh charge selective barrier (suatu polyanionic glycosaminoglycan) dan size selective barrier. Pada nefropati lesi minimal, proteinuri disebabkan terutama oleh hilangnya charge selectivity sedangkan pada nefropati membranosa disebabkan terutama oleh hilangnya size selectivity.
• Hipoalbuminemi
Hipoalbuminemi disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan peningkatan katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam urin), tetapi mungkin normal atau menurun.
• Hiperlipidemi
Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein (LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat meningkat, normal atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan intermediate density lipoprotein dari darah). Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan penurunan tekanan onkotik.
• Lipiduri
Lemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada sedimen urin. Sumber lemak ini berasal dari filtrat lipoprotein melalui membrana basalis glomerulus yang permeabel.
• Edema
Dahulu diduga edema disebabkan penurunan tekanan onkotik plasma akibat hipoalbuminemi dan retensi natrium (teori underfill). Hipovolemi menyebabkan peningkatan renin, aldosteron, hormon antidiuretik dan katekolamin plasma serta penurunan atrial natriuretic peptide (ANP). Pemberian infus albumin akan meningkatkan volume plasma, meningkatkan laju filtrasi glomerulus dan ekskresi fraksional natrium klorida dan air yang menyebabkan edema berkurang. Peneliti lain mengemukakan teori overfill. Bukti adanya ekspansi volume adalah hipertensi dan aktivitas renin plasma yang rendah serta peningkatan ANP. Beberapa penjelasan berusaha menggabungkan kedua teori ini, misalnya disebutkan bahwa pembentukan edema merupakan proses dinamis. Didapatkan bahwa volume plasma menurun secara bermakna pada saat pembentukan edema dan meningkat selama fase diuresis.
• Hiperkoagulabilitas
Keadaan ini disebabkan oleh hilangnya antitrombin (AT) III, protein S, C dan plasminogen activating factor dalam urin dan meningkatnya faktor V, VII, VIII, X, trombosit, fibrinogen, peningkatan agregasi trombosit, perubahan fungsi sel endotel serta menurunnya faktor zimogen (faktor IX, XI).
• Kerentanan terhadap infeksi
Penurunan kadar imunoglobulin Ig G dan Ig A karena kehilangan lewat ginjal, penurunan sintesis dan peningkatan katabolisme menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi bakteri berkapsul seperti Streptococcus pneumonia, Klebsiella, Haemophilus. Pada SN juga terjadi gangguan imunitas yang diperantarai sel T. Sering terjadi bronkopneumoni dan peritonitis.
Terjadinya proteinuria akibat peningkatan permeabilitas membrane glomerulus . sebagian besar protein dalam urine adalah albumin sehingga jika laju sintesis hepar dilampaui meski telah berusaha di tingkatkan terjadi hipoalbuminemia. Hal ini menyebabkan retensi garam dan air.
Menurunnya tekanan osmotic menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang berpindah dari system vascular ke dalam ruang cairan ekstraseluler. Penurunan sirkulasi volume darah mengaktifkan system imun agiotensin menyebabkan retensi natrium dan edema lebih lanjut.hilangnya protein dalam serum menstimulasi sintesis lipoprotein dihati dan peningkatan konsentrasi lemak dalam darah ( hiperlidemia). Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan , kemungkinan disebabkan karena hypoalbuminemia , hyperlidemia ( defisiensi seng )
Syndrome nefrotik dapat terjadi di hampir setiap penyakit renal intrinsik atau sistemik yang mempengaruhi glomerulus . meskipun secara umum penyakit ini di anggap menyerang anak- anak namun SN Juga terjadi pada orang dewasa termasuk lansia.
Insidens
Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar(74%) dijumpai pada usia 2-7 tahun. Rasio laki-laki : perempuan = 2 : 1, sedangkan pada masa remaja dan dewasa rasio ini berkisar 1 : 1
Klasifikasi
1) Histologik
International Collaborative syudy of Kidney Disease in Children (ISKDC) telah menyusun kalsifikasi histopatologik SNI atau disebut juga SN Primer sebagai berikut
a) Minimal change = Sindrom Nefrotik kelainan Minimal
Dengan menggunakan mikroskop biasa glomerulus tampak normal, sedangkan dengan mikroskop elektron nampak fool processus sel epitel berpadu. Dengan cara imunoflouresensi ternyata tidak terdapat IgG atau imunoglobulin beta 1-C pada dinding kapiler glomerulus.
Golongan ini lebih banyak ditemukan pada anak-anak dibandingkan orang dewasa. Prognosisnya lebih baik dibandingkan dengan golongan lain
b) Glomerulosklerosis fokal
Pada kelainan ini yang memyolok sklerosis glomerulus. Sering disertai dengan atrofi tubulus.
Prognosis buruk
c) Glomerulonefritis poliferatif
1. Glomerulonefritis poliferatif
Terdapat poliferasi sel mesangial dan inflitrasi sel PMN. Pembengkakan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat. Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis yang timbul setelah infeksi dengan streptococcus yang berjalan progresif dan pada sindrom nefrotik. Prognosis jarang baik, tetapi kadang-kadang terdapat penyembuhan setelah pengobatan yang lama.
2. Dengan penebalan batang lobular
Terdapat poliferasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular
3. Dengan bulan sabit
Didapatkan poliferasi sel mesangial dan poliferasi sel epitel simpai (kapsular) dan viseral
Glomerulonefritis membranopoliferatif
Poliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membrana basalis di mesangium. Titer globulin beta 1-C atau beta 1-A rendah. Prognosis tidak baik
5. Lain-lain
d) Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukkan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa poliferasi sel. Tidak sering ditemukan pada anak-anak
e) Glomerulonefritis kronik
2) Penyebab
a) Penyebab primer
Umumnya tidak diketahui kausanya dan terdiri atas SNI dengan kelainan histologik menurut pembagian ISKDC
b) Penyebab sekunder
1. Sistemik
• Penyakit kolagen seperti Systemic Lupus Eritomatosus, Scholen Henoch Syndrome
• Penyakit perdarahan : Hemolytic Uremic Syndrome
• Penyakit keganasan : hodgkin disease, Leukemia
2. Infeksi
Malaria, Schitomatosis, mansoni, Lues, Subacute Bacterial Endocarditis, Cytomegalic inclusion disease
3. Metabolik
Diabetes Mellitus dan Amyloiodosis
4. Obat-obatan/ alergen
Trimetahdion, paramethadion, probenecid, tepung sari, gigitan ular, serangga, dan aksin polio
3) Terjadinya
a) SN kongenital
Pertama kali dilaporkan di Finlandia sehingga disebut juga SN tipe Finlandia. Kelainan ini diturunkan melalui gen resesif. Biasanya anak lahir prematur (90%), plasenta besar (beratnya kira-kira 40% dari BB). Gejala asfiksia ditemukan 75% dari kasus
Gejala utama berupa edema, asites biasanya tampak pada waktu lahir atau dalam minggu pertama. Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai hipoproteinemia, proteinuria masif dan hiperkolesterolemia
Gejala klinik yang lain berupa kelainan kongenital pada muka seperti hidung kecil, jarak kedua mata melebar, telinga letaknya lebih rendah dari normal. Prognosis jelek dan meninggal karena infeksi sekunder atau kegagalan ginjal. Salah satu cara untuk menemukan kemungkinan ini secara dini ialah pemeriksaan kadar alfa feto protein cairan amnion yang biasanya meninggi.
b) SN yang didapat
Temasuk disini SN primer yang idiopatik dan sekunder.
D. MANIFESTASI KLINIK
Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah sembab, yang tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali sembab timbul secara lambat sehingga keluarga mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal sembab sering bersifat intermiten;� biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (misal, daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya sembab menjadi menyeluruh dan masif (anasarka).9
Sembab berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai sembab muka pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). Pada penderita dengan sembab hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami oozing. Sembab biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasien-pasien GSFS atau GNMP. Hal tersebut disebabkan karena proteinuria dan hipoproteinemia lebih hebat pada pasien SNKM.9
Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik. Diare sering dialami pasien dengan sembab masif yang disebabkan sembab mukosa usus. Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik yang sedang kambuh karena sembab dinding perut atau pembengkakan hati. Nafsu makan menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid. Asites berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani.9
Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik.9
Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit berat dan kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak yang sedang berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan respons emosional, tidak saja pada orang tua pasien, namun juga dialami oleh anak sendiri. Kecemasan orang tua serta perawatan yang terlalu sering dan lama menyebabkan perkembangan dunia sosial anak menjadi terganggu.9 Manifestasi klinik yang paling sering dijumpai adalah sembab, didapatkan pada 95% penderita. Sembab paling parah biasanya dijumpai pada sindrom nefrotik tipe kelainan minimal (SNKM). Bila ringan, sembab biasanya terbatas pada daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah, misal daerah periorbita, skrotum, labia. Sembab bersifat menyeluruh, dependen dan pitting.� Asites umum dijumpai, dan sering menjadi anasarka. Anak-anak dengan asites akan mengalami restriksi pernafasan, dengan kompensasi berupa tachypnea. Akibat sembab kulit, anak tampak lebih pucat.
Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian International Study of Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30% pasien SNKM mempunyai tekanan sistolik dan diastolik lebih dari 90th persentil umur.2
Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40 mg/m2/jam atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien SNKM biasanya mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien dengan tipe yang lain.9
Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5 g/dL. Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan umumnya, berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria. Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik.1,5 Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit. Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin serum biasanya terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKM. Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik. Pada pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal tersebut berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan secara tidak langsung dengan kadar albumin serum. Sering pula terlihat gambaran asites. USG ginjal sering terlihat normal meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan ekogenisitas yang normal. Berat badan meningkat Pembengkakan pada wajah , terutama disekitar mata Edema anasarka Pembengkakan pada labia / skrotum Asites Diare, nafsu makan menurun, absobsi usus menurun , edema pada mukosa usus Volume urine menurun, kadang- kadang, berwarna pekat dan berbusa Kulit pucat Anak menjadi iritabel, mudah lelah Celulitis, pneumonia, peritonitis, atau adanya sepsis Azotemia TD biasanya normal/ naik sedikit E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Anamnesis Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di ke dua kelopak mata,� perut, tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan. Pemeriksaan fisis Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang� ditemukan hipertensi. Pemeriksaan penunjang Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+), dapat disertai hematuria. Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl), hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat, rasio albumin/globulin terbalik. Kadar ureum dan kreatinin umumnya� normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah: 1) Urin a) Albumin • Kualitatif : ++ sampai ++++ • Kuantitatif : > 50 mg/kgBB/hari ( diperiksa menggunkan reagen ESBACH)
b) Sedimen : oval fat bodies: epitel sel yang mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit, toraks hialin, dan toraks eritrosit
2) Darah
Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai:
a) Protein total menurun
b) Albumin menurun
c) β globulin normal
d) α1 globulin normal
e) α2 globulin meninggi
f) γ globulin normal
g) Rasio albumin/globulin
h) Komplemen C3 rendah/normal
i) Ureum, kreatinin dan klirens kreatinin normal
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan SN meliputi terapi spesifik untuk kelainan dasar ginjal atau penyakit penyebab (pada SN sekunder), mengurangi atau menghilangkan proteinuria, memperbaiki hipoalbuminemi serta mencegah dan mengatasi penyulit. Nefropati lesi minimal dan nefropati membranosa adalah dua kelainan yang memberikan respon terapi yang baik terhadap steroid. Peneliti lain menemukan bahwa pada glomerulosklerosis fokal segmental sampai 40% pasien memberi respon yang baik terhadap steroid dengan remisi lengkap. Schieppati dan kawak menemukan bahwa pada kebanyakan pasien nefropati membranosa idiopatik, dengan terapi simptomatik fungsi ginjalnya lebih baik untuk jangka waktu lama dan dapat sembuh spontan. Oleh karena itu mereka tidak mendukung pemakaian glukokortikoid dan imunosupresan pada nefropati jenis ini. Regimen penggunaan kortikosteroid pada SN bermacam-macam, di antaranya prednison 125 mg setiap 2 hari sekali selama 2 bulan kemudian dosis dikurangi bertahap dan dihentikan setelah 1-2 bulan jika relaps, terapi dapat diulangi. Regimen lain pada orang dewasa adalah prednison/prednisolon 1-1,5 mg/kg berat badan/hari selama 4 minggu diikuti 1 mg/kg berat badan selang 1 hari selama 4 minggu. Sampai 90% pasien akan remisi bila terapi diteruskan sampai 20-24 minggu, namun 50% pasien akan mengalami kekambuhan setelah kortikosteroid dihentikan. Hopper menggunakan dosis 100 mg/48 jam. Jika tidak ada kemajuan dalam 2-4 minggu, dosis dinaikkan sampai 200 mg per 48 jam dan dipertahankan sampai proteinuri turun hingga 2 gram atau kurang per 24 jam, atau sampai dianggap terapi ini tidak ada manfaatnya. Pada anak-anak diberikan prednison 60 mg/m2 luas permukaan tubuh atau 2 mg/kg berat badan/hari selama 4 minggu, diikuti 40 mg/m2 luas permukaan tubuh setiap 2 hari selama 4 minggu.Respon klinis terhadap kortikosteroid dapat dibagi menjadi :
a. Remisi lengkap
• proteinuri minimal (< 200 mg/24 jam) • albumin serum >3 g/dl
• kolesterol serum < 300 mg/dl • diuresis lancar dan edema hilang b. Remisi parsial • proteinuri <3,5 g/harI • albumin serum >2,5 g/dl
• kolesterol serum <350 mg/dl • diuresis kurang lancar dan masih edema c. Resisten • klinis dan laboratoris tidak memperlihatkan perubahan atau perbaikan setelah pengobatan 4 bulan dengan kortikosteroid. Pemberian kortikosteroid memberi remisi lengkap pada 67% kasus SN nefropati lesi minimal, remisi lengkap atau parsial pada 50% SN nefropati membranosa dan 20%-40% pada glomerulosklerosis fokal segmental. Perlu diperhatikan efek samping pemakaian kortikosteroid jangka lama di antaranya nekrosis aseptik, katarak, osteoporosis, hipertensi, diabetes melitus. Pada pasien yang tidak responsif terhadap kortikosteroid, untuk mengurangi proteinuri digunakan terapi simptomatik dengan angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI), misal kaptopril atau enalapril dosis rendah, dan dosis ditingkatkan setelah 2 minggu atau obat antiinflamasi non-steroid (OAINS), misal indometasin 3×50mg. Angiotensin converting enzyme inhibitor mengurangi ultrafiltrasi protein glomerulus dengan menurunkan tekanan intrakapiler glomerulus dan memperbaiki size selective barrier glomerulus. Efek antiproteinurik obat ini berlangsung lama (kurang lebih 2 bulan setelah obat dihentikan). Angiotensin receptor blocker (ARB)(ARB) ternyata juga dapat memperbaiki proteinuri karena menghambat inflamasi dan fibrosis interstisium, menghambat pelepasan sitokin, faktor pertumbuhan, adesi molekul akibat kerja angiotensin II lokal pada ginjal. Kombinasi ACEI dan ARB dilaporkan memberi efek antiproteinuri lebih besar pada glomerulonefritis primer dibandingkan pemakaian ACEI atau ARB saja. Obat antiinflamasi non-steroid dapat digunakan pada pasien nefropati membranosa dan glomerulosklerosis fokal segmental untuk menurunkan sintesis prostaglandin. Hal ini menyebabkan vasokonstriksi ginjal, penurunan tekanan kapiler glomerulus, area permukaan filtrasi dan mengurangi proteinuria sampai 75%. Selain itu OAINS dapat mengurangi kadar fibrinogen, fibrin-related antigenic dan mencegah agregasi trombosit. Namun demikian perlu diperhatikan bahwa OAINS menyebabkan penurunan progresif fungsi ginjal pada sebagian pasien. Obat ini tidak boleh diberikan bila klirens kreatinin < 50 ml/menit. Pada pasien yang sering relaps dengan kortikosteroid atau resisten terhadap kortikosteroid dapat digunakan terapi lain dengan siklofosfamid atau klorambusil. Siklofosfamid memberi remisi yang lebih lama daripada kortikosteroid (75% selama 2 tahun) dengan dosis 2-3 mg/kg bb/hari selama 8 minggu. Efek samping siklofosfamid adalah depresi sumsum tulang, infeksi, alopesia, sistitis hemoragik dan infertilitas bila diberikan lebih dari 6 bulan. Klorambusil diberikan dengan dosis 0,1-0,2 mg/kg bb./hari selama 8 minggu. Efek samping klorambusil adalah azoospermia dan agranulositosis. Ponticelli dan kawan-kawan menemukan bahwa pada nefropati membranosa idiopatik, kombinasi metilprednisolon dan klorambusil selama 6 bulan menginduksi remisi lebih awal dan dapat mempertahankan fungsi ginjal dibandingkan dengan metilprednisolon sendiri, namun perbedaan ini berkurang sesuai dengan waktu (dalam 4 tahun perbedaan ini tidak bermakna lagi). Regimen yang digunakan adalah metilprednisolon 1 g/hari intravena 3 hari, lalu 0,4 mg/kg/hari peroral selama 27 hari diikuti klorambusil 0,2 mg/kg/hari 1 bulan berselang seling. Alternatif lain terapi nefropati membranosa adalah siklofosfamid 2 mg/kg/hari ditambah 30 mg prednisolon tiap 2 hari selama beberapa bulan (maksimal 6 bulan). Levamisol suatu obat cacing, dapat digunakan untuk terapi SN nefropati lesi minimal pada anak-anak dengan dosis 2,5mg/kg bb tiap 2 hari sekurang-kurangnya 112 hari. Efek samping yang jarang terjadi adalah netropeni, trombositopeni dan skin rash. Siklosporin A dapat dicoba pada pasien yang relaps setelah diberi siklofosfamid atau untuk memperpanjang masa remisi setelah pemberian kortikosteroid. Dosis 3-5 mg/kgbb/hari selama 6 bulan sampai 1 tahun (setelah 6 bulan dosis diturunkan 25% setiap 2 bulan). Siklosporin A dapat juga digunakan dalam kombinasi dengan prednisolon pada kasus SN yang gagal dengan kombinasi terapi lain. Efek samping obat ini adalah hiperplasi gingival, hipertrikosis, hiperurisemi, hipertensi dan nefrotoksis. Terapi lain yang belum terbukti efektivitasnya adalah azatioprin 2-2,5 mg/kgBB/hari selama 12 bulan. Pada kasus SN yang resisten terhadap steroid dan obat imunospresan, saat ini dapat diberikan suatu imunosupresan baru yaitu mycophenolate mofetil (MMF) yang memiliki efek menghambat proliferasi sel limfosit B dan limfosit T, menghambat produksi antibodi dari sel B dan ekspresi molekul adhesi, menghambat proliferasi sel otot polos pembuluh darah. Penelitian Choi dkk pada 46 pasien SN dengan berbagai lesi histopatologi mendapatkan angka remisi lengkap 15,6% dan remisi parsial 37,8 %. Dosis MMF adalah 2 x (0,5-1) gram. Diet untuk pasien SN adalah 35 kal/kgBB/hari, sebagian besar terdiri dari karbohidrat. Dianjurkan diet protein normal 0,8-1 g/kgBB/hari. Giordano dkk memberikan diet protein 0,6 g/kgBB/hari ditambah dengan jumlah gram protein sesuai jumlah proteinuri. Hasilnya proteinuri berkurang, kadar albumin darah meningkat dan kadar fibrinogen menurun. Untuk mengurangi edema diberikan diet rendah garam (1-2 gram natrium/hari) disertai diuretik (furosemid 40 mg/hari atau golongan tiazid) dengan atau tanpa kombinasi dengan potassium sparing diuretic (spironolakton). Pada pasien SN dapat terjadi resistensi terhadap diuretik (500 mg furosemid dan 200 mg spironolakton). Resistensi terhadap diuretik ini bersifat multifaktorial. Diduga hipoalbuminemi menyebabkan berkurangnya transportasi obat ke tempat kerjanya, sedangkan pengikatan oleh protein urin bukan merupakan mekanisme utama resistensi ini. Pada pasien demikian dapat diberikan infus salt-poor human albumin. Dikatakan terapi ini dapat meningkatkan volume plasma, meningkatkan laju filtrasi glomerulus, aliran urin dan ekskresi natrium. Namun demikian infus albumin ini masih diragukan efektivitasnya karena albumin cepat diekskresi lewat urin, selain itu dapat meningkatkan tekanan darah dan bahkan edema paru pada pasien hipervolemi. Hiperlipidemi dalam jangka panjang meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis dini. Untuk mengatasi hiperlipidemi dapat digunakan penghambat hidroxymethyl glutaryl co-enzyme A (HMG Co-A) reductase yang efektif menurunkan kolesterol plasma. Obat golongan ini dikatakan paling efektif dengan efek samping minimal. Gemfibrozil, bezafibrat, klofibrat menurunkan secara bermakna kadar trigliserid dan sedikit menurunkan kadar kolesterol. Klofibrat dapat toksis pada kadar biasa karena kadar klofibrat bebas yang meningkat menyebabkan kerusakan otot dan gagal ginjal akut. Probukol menurunkan kadar kolesterol total dan kolesterol LDL, tetapi efeknya minimal terhadap trigliserida. Asam nikotinat (niasin) dapat menurunkan kolesterol dan lebih efektif jika dikombinasi dengan gemfibrozil. Kolestiramin dan kolestipol efektif menurunkan kadar kolesterol total dan kolesterol LDL, namun obat ini tidak dianjurkan karena efeknya pada absorbsi vitamin D di usus yang memperburuk defisiensi vitamin D pada SN. G. KOMPLIKASI Infeksi ( akibat defisiensi respon imun) Tromboembolisme (terutama vena renal) Emboli pulmo Peningkatan terjadinya aterosklerosis Hypovolemia Hilangnya protein dalam urin Dehidrasi Komplikasi yang sering menyertai penderita SN antara lain: 1) Infeksi sekunder Terjadi akibat kadar imunoglobulin yang rendah akibat hipoalbuminemia 2) Syok Terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (<1gm/100ml)>
3) Trombosis vaskuler
Mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi peninggian fibrinogen plasma atau faktor V, VII, VIII, dan X. Trombus lebih sering terjadi di sistem vena apalagi bila disertai pengobatan kortikosteroid
4) Komplikasi lain yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal
H. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Keadaan umum
2. riwayat:
 Identitas
 Riwayat kesehatan yang lalu
 Riwayat kelahiran, tumbuh kembang, penyakit anak yang sering dialami, imunisasi, hospitalisasi sebelumnya, alergi dan pengobatan
 Pola kebiasaan sehari- hari: pola makan dan minum, pola kebersihan, pola istirahat dan tidur dan pola eliminasi
3. riwayat penyakit saat ini.
 Keluhan utama
 Alasan masuk rumah sakit
 Faktor pencetus
 Lamanya sakit
4. pengkajian fisik
 Pengkajian umum: TTV, BB, TB, lingkar kepala, lingkar dada, (terkait dengan edema)
 Sistem cardiovaskuler: irama dan kualitas nadi, bunyi jantung, ada tidaknya cyanosis, diaphoresis.
 Sistem pernapasan: kaji pola napas, adakah whezzing atau ronchi, retraksi dada, cuping hidung.
 Sistem persyarafan: tingkat kesadaran, tingkah laku, kaji pola fungsi sensori, fungsi pernapasan dan fungsi pupil.
 Sistem gastrointestinal: auskultasi bising usus, palpasi adanya hepatomegali, splenomegali, adakah mual, muntah, kaji kebiasaan bung air besar.
 Sistem perkemihan: kaji frekuensi buang air kecil, warna dan jumlahnya.
5. pengkajian keluarga:
 Anggota kelurga
 Pola komunikasi
 Pola interaksi
 Pendidikan dan pekerjaan
 Kebudayaan dan keyakinan
 Fungsi keluarga dan hubungan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pengkajian:
 Mengkaji adanya retensi cairan dan ekskresinya
 Mengkaji cairan intake dan output
 Mengkaji integritas kulit
 Melakukan pengukuran lingkar abdomen dan menimbang BB
 Mengkaji adanya edema
 Memonitor tanda- tanda vital
Diagnosa keperawatan I
Gangguan volume cairan lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan akumulasi cairan pada jaringan tubuh
Tujuan : gejala akumulasi cairan tidak terjadi
Kriteria hasil: tidak ada edema
Intervensi
 Mengkaji , mencatat intake dan output cairan
 Menimbang berat badan , rasional: untuk mengkaji adanya retensi
 Mengukur lingkar abdomen, rasional: untuk mengkaji adanya asites
 Tes BJ urine dan albumin , rasional: hyperalbuminuria adalah manifestasi pada NS
 Kolaborasi pemberian kortikosteroid sesuai kebutuhan , rasional ; untuk mengurangi ekskresi protein dalam urin
 Kolaborasi pemberian diuretik jika diindikasikan, rasional; untuk mengurangi edema
 Membatasi cairan
Diagnosa keperawatan II
Resiko tinggi defisit volume cairan (intravaskular) berhubungan dengan kehilangan cairan, protein dan edema
Tujuan: akan menunjukkan tidak adanya kejadian kehilangan cairan intravaskuler / syok hipovolemik
Kriteria hasil; tanda-tanda syok hipovolemik tidak ada
Intervensi
 Monitor tanda –tanda vital, rasional: untuk mendeteksi tanda- tanda fisik dari penurunan cairan
 Mengkaji frekuensi dan kualitas nadi , rasional: untuk mengetahui tanda syok hipovolemik
 Mengukur tekanan darah, rasional: untuk mendeteksi syok hipovolemik
 Laporkan kejadian-kejadian yang tidak normal, rasional: mempercepat tindakan keperawatan
 Kolaborasi pemberian salt –poor albumin, rasional: sebagai plasma expander








Daftar pustaka

1. Chesney RW, 1999. The idiopathic nephrotic syndrome. Curr Opin Pediatr� 11 : 158-61.
2. International Study of Kidney Disease in Children, 1978. Nephrotic syndrome in children. Prediction of histopathology from clinical and laboratory chracteristics at time of diagnosis. Kidney Int� 13 : 159.
3. Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI pp. 381-426.










Daftar Pustaka

wow...

wow...
my heart