June M. Thomson
mendefinisikan varisela sebagai penyakit yang disebabkan oleh virus
varisela-zoster (V-Z virus) yang sangat menular bersifat akut yang umumnya
menganai anak, yang ditandai oleh demam yang mendadak, malese, dan erupsi kulit
berupa makulopapular untuk beberapa jam yang kemudian berubah menjadi vesikel
selama 3-4 hari dan dapat meninggalkan keropeng (Thomson, 1986, p. 1483).
Sedangkan menurut Adhi Djuanda,
varisela yang mempunyai sinonim cacar air atau chickenpox adalah infeksi akut
primer oleh virus varisela-zoster yang menyerang kulit dan mukosa yang secara
klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorfi terutama dibagian
sentral tubuh (Djuanda, 1993).
Etiologi
Penyebab dari varisela adalah virus
varisela-zoster. Penamaan virus ini memberi pengertian bahwa infeksi primer
virus ini menyebabkan timbulnya penyakit varisela, sedangkan reaktivasi
(keadaan kambuh setelah sembuh dari varisela) menyebabkan herves zoster.
Epidemiologi
Tersebar kosmopolit, menyerang
terutama anak-anak tetapi dapat juga menyerang orang dewasa. Tranmisi penyakit
ini secara aerogen. Masa penularan lebih kurang 7 hati dihitung dari timbulnya
gejala kulit.
Patogenesis
Masa inkubasi varisela
berkisar antara 11 -20 hari, masa ini bisa lebih pendek atau lebih panjang.
lnfeksi varisela dimulai dengan masuknya virus ke mukosa saluran pemafasan,
yang ditularkan melalui vekresi pemafasan atau melalui kontak langsung.
lnokulasi diikuti dengan masa inkubasi, di mana pada saat tersebut penyebaran
virus terjadi secara subklinis. Virus masuk melalui mukosa saluran pemafasan
clan diduga berkembang biak pada jaringan kelenjar regional. Empat sampai enam
hari setelah infeksi, diduga viremia ringan terjad, diikuti dengan virus
menginfeksi dan berkembang biak di organ seperti hati, limpa dan kemungkinan
organ lain. Lebih kurang 10 -12 hari setelah infeksi terjadi viremia kedua di
mana pada saat tersebut virus bisa mencapai kulit. Rash muncul sesudah 14 hari
infeksi. Lesi kulit yang terjadi berupa makula, sebagian besar berkembang
menjadi papula, vesicula, pustula, dan krusta sesudah beberapa hari. Vesicula
biasanya terletak pada epidermis.
Manifestasi Klinis
Masa inkubasi penyakit ini
berlangsung 14-21 hari. Gejala klinis mulai dari gejala prodromal, yakni demam
yang tidak terlalu tinggi, malese dan nyeri kepala, kemudian disusul timbulnya
erupsi kulit berupa papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah
menjadi vesikel. Bentuk vesikel khas berupa tetesan embun (tear drops). Vesikel
akan berubah menjadi pustul dan kemudian menjadi krusta. Sementara proses ini
berlangsung timbul lagi vesikel-vesikel yang baru sehingga menimbulkan gambaran
polimorfi.
Penyebarannya terutama didaerah
badan dan kemudian menyebar secara sentrifugal ke muka dan ekstremitas, serta
dapat menyerang selaput lendir mata, mulut dan saluran nafas bagian atas. Jika
terdapat infeksi sekunder terjadi pembesaran kelenjar getah bening regional
(lymphadenopathy regional). Penyakit ini biasanya disertai rasa gatal.
Komplikasi
Varisela dapat
menimbulkan berbagai komplikasi, tetapi umumnya pada kulit, pada susunan syaraf
pusat, atau sistem pemafasan yang dijumpai. Komplikasi yang paling sering
dijumpai pada kulit adalah sebagai akibat infeksi sekunder oleh bakteri staphylococcus
ataupun streptococcus. Bisa juga dijumpai hemorhagic varicella.
Pada susunan syaraf pusat, komplikasi bisa berupa encephalitis,Reye’ssyndrome
asepticmeningitis dan Guillain-Barre Syndrome. Komplikasi pada saluran
pemafasan termasuk infeksi virus dan bakteri pencumoni, infeksi saluran nafas
atas terutama otitis media. Kematian yang disebabkan oleh varisela pada anak
1-14 tahun ditaksir 1,4 per 100.000 kasus varisela, sedang pada orang dewasa
berbeda signifikan yaitu 30,9 per 100.000 kasus.
Pengobatan
v Pengobatan
Simptomatik
o Menghilangkan rasa gatal
o Menurunkan panas (hati-hati
pemakaian golongan salicylate dikuatirkan timbul Reye’sSyndrome).
v Menjaga kebersihan
o Terutama pada daerah kuku yang sering digunakan untuk menggaruk
o Kebersihan pakaian
o Pengobatan dengan antivirus
v Pengobatan
dengan antivirus
Pada
saat ini acyclovir telah terbukti bermanfaat untuk pengobatan varisela. Acyclovir
– 9 – [(2-hydroxy thonyl) methyl] guanine merupakan chat pilihan.
Obat ini dapat digunakan secara oral maupun intravena: Pada kasus dengan
komplikasi berat atau dengan gangguan sistem kekebalan, Acyclovir ini
dianjurkan untuk diberikan intravena. Sedang pada pemberian oral dapat
digunakan pada anak yang tanpa komplikasi. Begitupun harus diingat bahwa
penyakit ini dapat sembuh sendiri. Oleh karena itu penghitungan biaya dalam
penggunaan Acyclovir ini haruslah bijaksana.
Pada saat ini telah tersedia vaksin untuk varisela,
yaitu Live, Attenuated
Varicella Virus Vaccine. Vaksin ini deberikan pada anak usia di atas 12 bulan.
Pada
anak usia 12 bulan -12 tahun vaksin dapat diberikan
secara subkutan dengan dosis
0,5 mI. Secara rutin vaksinasi ini dianjurkan pada
usia 12 -18 bulan. Pemberian
dapat dilakukan bersamaan dengan pemberian vaksinasi
lain, seperti vaksinasi MMR
(Measles Mumps -Rubella) . Sedangkan pada anak usia = 13 tahun diberikan dosis
0,5 ml, s.c. dengan dua dosis. Jarak pemberian adalah
4-8 minggu.
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Ø Gejala subyektif berupa keluhan nyeri kepala,
anorexia dan malese.
Ø Pada kulit dan membran mukosa :
Lesi dalam
berbagai tahap perkembangannya : mulai dari makula eritematosa yang muncul
selama 4-5 hari kemudian berkembang dengan cepat menjadi vesikel dan krusta
yang dimulai pada badan dan menyebar secara sentrifubal kemuka dan ekstremitas.
Lesi dapat pula terjadi pada mukosa, palatum dan konjunctiva.
Ø Suhu : dapat terjadi demam antara
38°-39° C
Diagnosa dan
Intervensi Keperawatan
1. Aktual atau
potensial gangguan integritas kulit
ü Anjurkan mandi secara teratur
ü Hindari menggaruk lesi
ü Gunakan pakaian yang halus/lembut
2. Gangguan rasa nyaman : nyeri
ü Gunakan analgetik dan bedak
antipruritus.
ü Pertahankan suhu ruangan tetap sejuk dengan
kelembaban yang adekuat.
3. Potensial penularan infeksi
ü Lakukan isolasi (strict isolation) :
Prosedur strict isolation :
a. Ruangan
tersendiri; pintu harus selalu tertutup. Klien yang terinfeksi karena organisme
yang sama dapat ditempatkan dalam ruangan yang sama.
b. Gunakan
masker, pakaian khusus, dan sarung tangan bagi semua orang yang masuk kedalam
ruangan.
c. Selalu
cuci tangan setelah menyentuh klien atau benda-benda yang kemungkinan
terkontaminasi serta sebelum memberikan tindakan kepada klien lain.
d. Semua
benda-benda yang terkontaminasi dibuang atau dimasukan kedalam tempat khusus
dan diberi label sebelum dilakukan dekontaminasi atau diproses ulang kembali
4. Kurang pengetahuan
ü Ajarkan pada orang tua dalam
melakukan perawatan terhadap anaknya di ruamah tentang hal-hal di atas.
ü Jelaskan bahwa demam d apat diatasi
dengan melakukan tepid sponge bath.
ü Jealskan bahwa penggunaan medikasi
harus sesuai dengan petunjuk dikter
Evaluasi
1) Fungsi
kulit dan membran mukosa baik dengan parut minimal.
v Krusta berkurang
v Suhu kulit, kelembaban dan warna
kulit serta membran mukosa normal alami
2) Tidak terjadi komplikasi dan infeksi sekunder
v Tidak terdapat kelainan neurologik
v Tidak terjadi kelainan respiratorik.
3) Suhu
tubuh normal.
DAFTAR PUSTAKA
Adhi Djuanda (1993). Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin, Edisi Kedua,
FK Universitas Indonesia, Jakarta, 1993.
June M. Thomson, et. al. (1986). Clinical Nursing Practice, The C.V. Mosby Company, Toronto.
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya
gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi
glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan
yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang
lain.1
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal
bilateral. Peradangan dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai
proteinuria dan atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi
seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal
ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827
sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi,
meskipun respon imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.2
Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170
pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak
dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian disusul berturut-turut di Jakarta
(24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan
berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%).3
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara
mendadak (akut) atau secara menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena
tidak menimbulkan gejala. Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah
(anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata, kencing
sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya
(sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.3
1.2. TUJUAN PENULISAN
Penulisan referat ini ditujukan untuk mengetahui
definisi, patogenesis, gejala, tanda, diagnosis, penanganan, komplikasi serta
prognosis dari glomerulonefritis akut yang dapat menyebabkan berbagai komplikasi,
salah satunya gagal ginjal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANATOMI GINJAL
Ginjal merupakan organ ganda yang terletak di daerah
abdomen, retroperitoneal antara vetebra lumbal 1 dan 4. pada neonatus
kadang-kadang dapat diraba. Ginjal terdiri dari korteks dan medula. Tiap ginjal
terdiri dari 8-12 lobus yang berbentuk piramid. Dasar piramid terletak di
korteks dan puncaknya yang disebut papilla bermuara di kaliks minor. Pada
daerah korteks terdaat glomerulus, tubulus kontortus proksimal dan distal. .4
Panjang dan beratnya bervariasi yaitu ±6 cm dan 24
gram pada bayi lahir cukup bulan, sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram. Pada
janin permukaan ginjal tidak rata, berlobus-lobus yang kemudian akan menghilang
dengan bertambahnya umur.1
Tiap ginjal mengandung ± 1 juta nefron (glomerulus dan
tubulus yang berhubungan dengannya ). Pada manusia, pembentukan nefron selesai
pada janin 35 minggu. Nefron baru tidak dibentuk lagi setelah lahir.
Perkembangan selanjutnya adalah hipertrofi dan hiperplasia struktur yang sudah
ada disertai maturasi fungsional.1
Tiap nefron terdiri dari glomerulus dan kapsula
bowman, tubulus proksimal, anse henle dan tubulus distal. Glomerulus bersama
denga kapsula bowman juga disebut badan maplphigi. Meskipun ultrafiltrasi
plasma terjadi di glomerulus tetapi peranan tubulus dala pembentukan urine
tidak kalah pentingnya.1
Gambar 2. Perdarahan pada ginjal
Fungsi Ginjal
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan
komposisi cairan ekstrasel dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume
cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi dan sekresi
tubulus.3
Fungsi utama ginjal terbagi menjadi :
1. Fungsi ekskresi
Mempertahankan
osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan mengubah ekskresi air.
Mempertahankan
pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+ dan
membentuk kembali HCO3ˉ
Mempertahankan
kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang normal.
Mengekskresikan
produk akhir nitrogen dan metabolisme protein terutama urea, asam urat dan
kreatinin.
2. Fungsi non ekskresi
Menghasilkan
renin yang penting untuk mengatur tekanan darah.
Menghasilkan
eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam stimulasi produk sel
darah merah oleh sumsum tulang.
Memetabolisme
vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
Degradasi
insulin.
Menghasilkan
prostaglandin
Fungsi dasar nefron adalah membersihkan atau
menjernihkan plasma darah dan substansi yang tidak diperlukan tubuh sewaktu
darah melalui ginjal. Substansi yang paling penting untuk dibersihkan adalah
hasil akhir metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat dan lain-lain.
Selain itu ion-ion natrium, kalium, klorida dan hidrogen yang cenderung untuk
berakumulasi dalam tubuh secara berlebihan.3
Mekanisme kerja utama nefron dalam membersihkan
substansi yang tidak diperlukan dalam tubuh adalah :
Nefron
menyaring sebagian besar plasma di dalam glomerulus yang akan menghasilkan
cairan filtrasi.
Jika
cairan filtrasi ini mengalir melalui tubulus, substansi yang tidak
diperlukan tidak akan direabsorpsi sedangkan substansi yang diperlukan
direabsorpsi kembali ke dalam plasma dan kapiler peritubulus.
Mekanisme kerja nefron yang lain dalam membersihkan
plasma dan substansi yang tidak diperlukan tubuh adalah sekresi.
Substansi-substansi yang tidak diperlukan tubuh akan disekresi dan plasma
langsung melewati sel-sel epitel yang melapisi tubulus ke dalam cairan tubulus.
Jadi urine yang akhirnya terbentuk terdiri dari bagian utama berupa
substansi-substansi yang difiltrasi dan juga sebagian kecil substansi-substansi
yang disekresi.3
2.1.2. Sistem glomerulus normal
Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang
sangat khusus dan diliputi oleh simpai Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat
pada perbatasan korteks dan medula (“juxtame-dullary”) lebih besar dari yang
terletak perifer. Percabangan kapiler berasal dari arteriola afferens,
membentuk lobul-lobul, yang dalam keadaan normal tidak nyata , dan kemudian
berpadu lagi menjadi arteriola efferens. Tempat masuk dan keluarnya kedua
arteriola itu disebut kutub vaskuler. Diseberangnya terdapat kutub
tubuler, yaitu permulaan tubulus contortus proximalis. Gelung glomerulus
yang terdiri atas anyaman kapiler tersebut, ditunjang oleh jaringan yang
disebut mesangium, yang terdi ri atas matriks dan sel mesangial. Kapiler-kapiler
dalam keadaan normal tampak paten dan lebar. Di sebelah dalam daripada kapiler
terdapat sel endotel, yang mempunyai sitoplasma yang berfenestrasi. Di
sebelah luar kapiler terdapat sel epitel viseral, yang terletak di atas
membran basalis dengan tonjolan-tonjolan sitoplasma, yang disebut sebagai
pedunculae atau “foot processes”. Maka itu sel epitel viseral juga
dikenal sebagai podosit. Antara sel endotel dan podosit terdapat membrana
basalis glomeruler (GBM = glomerular basement membrane). Membrana basalis
ini tidak mengelilingi seluruh lumen kapiler. Dengan mikroskop elektron
ternyata bahwa membrana basalis ini terdiri atas tiga lapisan, yaitu dari arah
dalam ke luar ialah lamina rara interna, laminadensa dan lamina
rara externa. Simpai Bowman di sebelah dalam berlapiskan sel epitelparietal
yang gepeng, yang terletak pada membrana basalis simpai Bowman. Membrana
basalis ini berlanjut dengan membrana basalis glomeruler pada kutub vaskuler,
dan dengan membrana basalis tubuler pada kutub tubuler . Dalam keadaan
patologik, sel epitel parietal kadang-kadang berproliferasi membentuk bulan
sabit (” crescent”). Bulan sabit bisa segmental atau sirkumferensial, dan
bisa seluler, fibroseluler atau fibrosa. 5
Populasi glomerulus ada 2 macam yaitu :
glomerulus
korteks yang mempunyai ansa henle yang pendek berada dibagian luar
korteks.
glomerulus
jukstamedular yang mempunayi ansa henle yang panjang sampai ke bagian
dalam medula. Glomerulus semacam ini berada di perbatasan korteks dan
medula dan merupakan 20% populasi nefron tetapi sangat penting untuk
reabsoprsi air dan slut. 1
Gambar 3. Bagian-bagian nefron 6
Jalinan glomerulus merupakan kapiler-kapiler khusus
yang berfungsi sebagai penyaring. Kapiler glomerulus dibatasi oleh sel-sel
endotel, mempunyai sitoplasma yang sangat tipis, yang mengandung banyak lubang
disebut fenestra dengan diameter 500-1000 A. Membran basal glomerulus membentuk
suatu lapisan yang berkesinambungan, antara sel endotel dengan mesangial pada
satu sisi dan sel epitel disisi lain.1,2
Membran tersebut mempunyai 3 lapisan yaitu :
1. Lamina dense yang padat (ditengah)
2. Lamnina rara interna, yang terletak diantara lamina
densa dan sel endotel
3. Lamina rara eksterna, yang terletak diantara lamina
densa dan sel epitel 1
Sel-sel epitel kapsula bowman viseral menutupi kapiler
dan membentuk tonjolan sitoplasma foot process yang berhubungan dengan lamina
rara eksterna. Diantara tonjolan-tonjolan tersebut adalah celah-celah filtrasi
dan disebut silt pore dengan lebar 200-300 A. Pori-pori tersebut ditutupi oleh
suatu membran disebut slit diaphgrma. Mesangium (sel-sel mesangial dan matrik)
terletak dianatara kapiler-kapiler gromerulus dan membentuk bagian medial
dinding kapiler. Mesangium berfungsi sebagai pendukung kapiler glomerulus dan
mungkin bereran dalam pembuangan makromolekul (seperti komplek imun) pada
glomerulus, baik melalui fagositosis intraseluler maupun dengan transpor
melalui saluran-saluran intraseluler ke regio jukstaglomerular.1
Gambar 4. Kapiler gomerulus normal
Tidak ada protein plasma yang lebih besar dari albumin
pada filtrat gromerulus menyatakan efektivitas dari dinding kapiler glomerulus
sebagai suatu barier filtrasi. Sel endotel,membran basal dan sel epitel dinding
kapiler glomerulus memiliki kandungan ion negatif yang kuat. Muatan anion ini
adalahhasil dari 2 muatan negatif :proteoglikan (heparan-sulfat) dan
glikoprotein yang mengandung asam sialat. Protein dalam daragh relatif memiliki
isoelektrik yang rendah dan membawa muatan negatif murni. Karena itu, mereka
ditolak oleh dinding kapiler gromerulus yang muatannnya negatif, sehingga
membatasi filtrasi.1
gambar 5. anatomi sistem ginjal 6
2.2. FISIOLOGI
2.2.1. Filtarasi glomerulus
Dengan mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus,
plasma disaring melalui dinding kapiler glomerulus. Hasil ultrafiltrasi
tersebut yang bebas sel, mengandung semua substansi plasma seperti
ektrolit, glukosa, fosfat, ureum, kreatinin, peptida, protein-protein dengan
berat molekul rendah kecuali protein yang berat molekulnya lebih dari 68.000
(seperto albumin dan globulin). Filtrat dukumpulkan dalam ruang bowman dan
masuk ke dalam tubulus sebelum meningalkan ginjal berupa urin.1,2
Laju filtrasi glomerulus (LFG) atau gromelural
filtration rate (GFR) merupakan penjumlahan seluruh laju filtrasi nefron yang
masih berfungsi yang juga disebut single nefron glomerular filtration rate (SN
GFR).besarnya SN GFR ditentuka oleh faktor dinding kapiler glomerulus dan gaya
Starling dalam kapiler tersebut.1
SN GFR = Kf.(∆P-∆π)
= Kf.P.uf
Koefesien ultrafiltrasi (Kf) dipengaruhi oleh luas
permukaan kapiler glomerulus yang tersedia untuk filtrasi dan konduksi hidrolik
membran basal.
Tekanan ultrafiltrasi (Puf) atau gaya Starling dalam
kapiler ditentukan oleh :
- tekanan hidrostatik dalam kapiler
glomerulus (Pg)
-
tekanan hidrostatik dalam kapsula bowman atau tubulus (Pt)
-
tekanan onkotik dalam kapiler glomerulus (π g)
-
tekanan onkotik dalam kapsula bowman yang dianggap nol karena ultra filtrat
tidak mengandung protein.1
Laju filtrasi glomelurus (LFG) sebaiknya ditetapkan
dengan cara pengukuran klirens kreatinin atau memakai rumus berikut:
Harga “k” pada: BBLR < 1
tahun = 0,33
LFG = k Tinggi Badan (cm) Aterm < 1
tahun = 0,45
Kretinin serum
(mg/dl)
1 – 12 tahun
= 0,55
2.3. GLOMERULONEFRITIS AKUT
2.3.1. DEFINISI
Glomerulonefritis akut juga disebut dengan
glomerulonefritis akut post sterptokokus (GNAPS) adalah suatu proses
radang non-supuratif yang mengenai glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman
streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain.
Penyakit ini sering mengenai anak-anak.7
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi
imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi
ialah akibat infeksi kuman streptococcus. Glomerulonefritis merupakan suatu
istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang
mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu
mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut)
mencerminkan adanya korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran
etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis.3
2.3.2. ETIOLOGI
Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska
streptokokus timbul setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang
disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12,
18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14
hari setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala klinis. Infeksi kuman
streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya glomerulonefritis
akut paska streptokokus berkisar 10-15%..3,7
Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh
Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa :
Timbulnya
GNA setelah infeksi skarlatina
Diisolasinya
kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A
Meningkatnya
titer anti-streptolisin pada serum penderita.4
Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan
faktor alergi mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman
Streptococcuss. Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang
paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab
lain diantaranya:
Sterptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk
bulat yang secara khas membentuk pasangan atau rantai selama masa
pertumbuhannya. Merupakan golongan bakteri yang heterogen. Lebih dari 90%
infeksi streptokkus pada manusia disebabkan oleh Streptococcus hemolisis
β kumpulan A. Kumpulan ini diberi spesies nama S. pyogenes 9,10
S. pyogenes β-hemolitik golongan A mengeluarkan dua hemolisin,
yaitu:
a. Sterptolisin O
adalah suatu protein (BM 60.000) yang aktif
menghemolisis dalam keadaan tereduksi (mempunyai gugus-SH) tetapi cepat menjadi
tidak aktif bila ada oksigen. Sterptolisin O bertanggung jawab untuk beberapa
hemolisis yang terlihat ketika pertumbuhan dipotong cukup dalam dan dimasukkan
dalam biakan pada lempeng agar darah. Sterptolisisn O bergabung dengan
antisterptolisin O, suatu antibody yang timbul pada manusia setelah infeksi
oleh setiap sterptokokus yang menghasilkan sterptolisin O. antibody ini
menghambat hemolisis oleh sterptolisin O. fenomena ini merupakan dasar tes
kuantitatif untuk antibody. Titer serum antisterptolisin O (ASO) yang melebihi
160-200 unit dianggap abnormal dan menunjukkan adanya infeksi sterptokokus yang
baru saja terjadi atau adanya kadar antibodi yang tetap tinggi setelah serangan
infeksi pada orang yang hipersensitifitas.9
Sterptolisin
S
Adalah zat penyebab timbulnya zone hemolitik disekitar
koloni sterptokokus yang tumbuh pada permukaan lempeng agar darah. Sterptolisin
S bukan antigen, tetapi zat ini dapat dihambat oleh penghambat non spesifik
yang sering ada dalam serum manusia dan hewan dan tidak bergantung pada
pengalaman masa lalu dengan sterptokokus.9
Gambar 6. Bakteri Sterptokokus 10
Bakteri ini hidup pada manusia di tenggorokan dan juga
kulit. Penyakit yang sering disebabkan diantaranya adalah faringitis, demam
rematik dan glomerulonefritis.9
2.3.3. Patofisiologi
Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan
kerusakan pada ginjal. Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap
suatu antigen khsus yang merupakan unsur membran plasma sterptokokal spesifik.
Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan bersirkulasi kedalam
glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran
basalis.selanjutnya komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan
yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi.
Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran
basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbu
proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya
sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan
protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk
oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks
komplomen antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel
pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada
mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak
membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.2
Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi
pada glomerulus akibat dari reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun
(antigen-antibodi yang timbul dari infeksi) mengendap di membran basalis
glomerulus. Aktivasi kpmplomen yang menyebabkan destruksi pada membran basalis
glomerulus.11
Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang
dianggap merupakan mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui
glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir
pada subendotel membran basalis glomerulus sendiri, atau menembus membran
basalis dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau antibodi dalam
kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen glomerulus.
Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan
endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik paa mesangium, subendotel,
dan epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular
atau granular serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta
komponen-komponen komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi
dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini
terkadang dapat diidentifikasi.12,13
Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase
yang dihasilkan oleh Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic.
Akibatnya, terbentuk autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut.
Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah yang kemudian
mengendap di ginjal.7
Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan
pada terjadinya GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen
menjadi plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen
sehingga terjadi cascade dari sistem komplemen.7
Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit
dan jumlah kompleks yang dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon
mungkin minimal, atau dapat terjadi perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi
sel-sel mesangial dan matrik yang dapt meluas diantara sel-sel endotel dan
membran basalis,serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika kompleks
terutama terletak subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa
glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada
kasus penimbunan kronik komplek imun subepitel, maka respon peradangan dan
proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran basalis glomerulus berangsur-
angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke dalam membran basalis baru
yang dibentuk pada sisi epitel.12,13
Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan
distribusi deposit kompleks imun dalam glomerulus sebagian besar tidak
diketahui, walaupun demikian ukuran dari kompleks tampaknya merupakan salah
satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil cenderung menembus simpai
kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding kapiler do
bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak sedemikian
mudah menembus membran basalis, tapi masuk ke mesangium. Komplkes juga dapat
berlokalisasi pada tempat-tempat lain.
Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks
imun terbatas, misal antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme
pertahanan penjamu atau dengan terapi spesifik. Pada keadaan demikian, deposit
kompleks-kompleks imun dalam glomerulus terbatas dan kerusakan dapat ringan
danberlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post steroptokokus.1,2
Hasil penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan
pada binatang menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai
penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut :
Terbentuknya
kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana basalis glomerulus
dan kemudian merusaknya.
Proses
auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan
badan autoimun yang merusak glomerulus.
Streptococcus
nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen antigen yang
sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana basalis
ginjal.4
2.3.4. Prevalensi
GNAPS dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun
tersering pada golongan umur 5-15 tahun, dan jarang terjadi pada bayi.
Referensi lain menyebutkan paling sering ditemukan pada anak usia 6-10 tahun.
Penyakit ini dapat terjadi pada laki laki dan perempuan, namun laki laki dua
kali lebih sering dari pada perempuan. Perbandingan antara laki-laki dan
perempuan adalah 2:1. Diduga ada faktor resiko yang berhubungan dengan umur dan
jenis kelamin. Suku atau ras tidak berhubungan dengan prevelansi penyakit ini,
tapi kemungkinan prevalensi meningkat pada orang yang sosial ekonominya rendah,
sehingga lingkungan tempat tinggalnya tidak sehat.3,7,8,11
2.3.5. Gejala Klinis
Gambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang
gejala ringan tetapi tidak jarang anak datang dengan gejala berat.. Kerusakan
pada rumbai kapiler gromelurus mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah
daging dan albuminuria, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Urine
mungkin tampak kemerah-merahan atau seperti kopi Kadang-kadang disertai edema
ringan yang terbatas di sekitar mata atau di seluruh tubuh. Umumnya edema berat
terdapat pada oliguria dan bila ada gagal jantung. Edema yang terjadi
berhubungan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR) yang
mengakibatkan ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang,
sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga berperan
pada retensi air dan natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah
terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggotaGFR
biasanya menurun (meskipun aliran plasma ginja biasanya normal) akibatnya,
ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi
edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air
dan natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama edem
periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota bawah tubuh ketika
menjelang siang. Derajat edema biasanya tergantung pada berat peradangan gelmurulus,
apakah disertai dnegan payah jantung kongestif, dan seberapa cepat dilakukan
pembatasan garam.1,2,7,8
Gambar 7.proses terjadinya proteinuria dan hematuria
14
Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada
hari pertama, kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila
terdapat kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan darah akan tetap tinggi selama
beberapa minggu dan menjadi permanen bila keadaan penyakitnya menjadi kronis.
Suhu badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada hari pertama.
Kadang-kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala infeksi lain
yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan,
konstipasi dan diare tidak jarang menyertai penderita GNA.1,4,7
Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan
darah mungkin hanya sedang. Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan
ekstrasel (ECF) atau akibat vasospasme masih belum diketahui dengna jelas. 1,2
2.3.6. Gambaran Laboratorium
Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai
+4), hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan
sedimen urine dengan eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet, granular,
eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan lain-lain. Kadang-kadang
kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal seperti
hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Kadang-kadang tampak
adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik. Komplomen hemolitik
total serum (total hemolytic comploment) dan C3 rendah pada hampir semua
pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit,
sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan
aktivasi jalur alternatif komplomen.1,4,7
Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien
glomerulonefritis akut pascastreptokokus dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga
normal 50-140 mg.dl). Penurunan C3 tidak berhubungan dengann parahnya penyakit
dan kesembuhan. Kadar komplomen akan mencapai kadar normal kembali dalam waktu
6-8 minggu. Pengamatan itu memastikan diagnosa, karena pada glomerulonefritis
yang lain yang juga menunjukkan penuruanan kadar C3, ternyata berlangsung lebih
lama.2,12
Adanya infeksi sterptokokus harus dicari dengan
melakukan biakan tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah
diberi antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap antigen sterptokokus dapat
dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain antisterptozim, ASTO,
antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antisterptozim cukup bermanfaat
oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen sterptokokus.
Titer anti sterptolisin O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS
dengan faringitis, meskipun beberapa starin sterptokokus tidak memproduksi
sterptolisin O.sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari satu antigen
sterptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus
menunjukkan adanya infeksi sterptokokus. Titer ASTO meningkat pada hanya 50%
kasus, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen
sterptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit titer antibodi sterptokokus
belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara seri. Kenaikan
titer 2-3 kali berarti adanya infeksi. 1,3,7
Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG,
IgM dan C3. kompleks imun bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji tersebut
tidak mempunyai nilai diagnostik dan tidak perlu dilakukan secara rutin pada
tatalaksana pasien.1
2.3.7. Gambaran patologi
Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan
terdapat titik-titik perdarahan pada korteks. Mikroskopis tampak hampir semua
glomerulus terkena, sehingga dapat disebut glomerulonefritis difusa.
Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras
sehingga mengakibatkan lumen kapiler dan ruang simpai Bowman menutup. Di
samping itu terdapat pula infiltrasi sel epitel kapsul, infiltrasi sel
polimorfonukleus dan monosit. Pada pemeriksaan mikroskop elektron akan tampak
membrana basalis menebal tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di subepitelium
yang mungkin dibentuk oleh globulin-gama, komplemen dan antigen Streptococcus.
Gambar 8. Histopatologi gelomerulonefritis dengan
mikroskop cahaya pembesaran 20×
Keterangan gambar :
Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop cahaya
(hematosylin dan eosin dengan pembesaran 25×). Gambar menunjukkan pembearan
glomerular yang membuat pembesaran ruang urinary dan hiperselluler.
Hiperselluler terjadi karnea proliferasi dari sel endogen dan infiltasi lekosit
PMN
Gambar 9. Histopatologi glomerulonefritis dengan
mikroskop cahaya pembesaran 40×
Gambar 10. Histopatologi glomerulonefritis dengan
mikroskop elektron
keterangan gambar :
gambar diambil dengan menggunakan mikroskop electron.
Gambar menunjukjan proliferadi dari sel endothel dan sel mesangial juga
infiltrasi lekosit yang bergabung dnegan deposit electron di
subephitelia.(lihat tanda panah)
Gambar 11. Histopatologi glomerulonefritis dengan
immunofluoresensi
keterangan gambar :
gambar diambil dengan menggunakan mikroskop
immunofluoresensi dengan pembesaran 25×. Gambar menunjukkan adanya deposit
immunoglobulin G (IgG) sepanjang membran basalis dan mesangium dengan gambaran
”starry sky appearence”
2.3.8. Diagnosis
Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu
dicurigai pada pasien dengan gejalan klinis berupa hematuria nyata yang timbul
mendadak, sembab dan gagal ginjal akut setelah infeksi streptokokus. Tanda glomerulonefritis
yang khas pada urinalisis, bukti adanya infeksi streptokokus secara laboratoris
dan rendahnya kadar komplemen C3 mendukung bukti untuk menegakkan diagnosis.
Tetapi beberapa keadaan lain dapat menyerupai glomerulonefritis akut
pascastreptokok pada awal penyakit, yaitu nefropati-IgA dan glomerulonefritis
kronik. Anak dengan nefropati-IgA sering menunjukkan gejala hematuria nyata
mendadak segera setelah infeksi saluran napas atas seperti glomerulonefritis
akut pascastreptokok, tetapi hematuria makroskopik pada nefropati-IgA terjadi
bersamaan pada saat faringitas (synpharyngetic hematuria), sementara
pada glomerulonefritis akut pascastreptokok hematuria timbul 10 hari setelah
faringitas; sedangkan hipertensi dan sembab jarang tampak pada nefropati-IgA.1,2,7,12
Glomerulonefritis kronik lain juga menunjukkan
gambaran klinis berupa hematuria makroskopis akut, sembab, hipertensi dan gagal
ginjal. Beberapa glomerulonefritis kronik yang menunjukkan gejala tersebut
adalah glomerulonefritis membranoproliferatif, nefritis lupus, dan
glomerulonefritis proliferatif kresentik. Perbedaan dengan glomerulonefritis
akut pascastreptokok sulit diketahui pada awal sakit.1,2,7,12
Pada glomerulonefritis akut pascastreptokok perjalanan
penyakitnya cepat membaik (hipertensi, sembab dan gagal ginjal akan cepat
pulih) sindrom nefrotik dan proteinuria masih lebih jarang terlihat pada
glomerulonefritis akut pascastreptokok dibandingkan pada glomerulonefritis
kronik. Pola kadar komplemen C3 serum selama tindak lanjut merupakan tanda
(marker) yang penting untuk membedakan glomerulonefritis akut pascastreptokok
dengan glomerulonefritis kronik yang lain. Kadar komplemen C3 serum
kembali normal dalam waktu 6-8 minggu pada glomerulonefritis akut
pascastreptokok sedangkan pada glomerulonefritis yang lain jauh lebih
lama.kadar awal C3 <50 mg/dl sedangkan kadar ASTO > 100 kesatuan Todd. 1,2
Eksaserbasi hematuria makroskopis sering terlihat pada
glomerulonefritis kronik akibat infeksi karena streptokok dari strain
non-nefritogenik lain, terutama pada glomerulonefritis membranoproliferatif.
Pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok tidak perlu dilakukan biopsi
ginjal untuk menegakkan diagnosis; tetapi bila tidak terjadi perbaikan fungsi
ginjal dan terdapat tanda sindrom nefrotik yang menetap atau memburuk, biopsi
merupakan indikasi.1,2,7
2.3.9. Diagnosis Banding
GNAPS harus dibedakan dengan beberapa penyakit,
diantaranya adalah :
1. nefritis IgA
Periode laten antara infeksi dengan onset nefritis
adalah 1-2 hari, atau ini mungkin berhubungan dengan infeksi saluran pernafasan
atas.
2. MPGN (tipe I dan II)
Merupakan penyakit kronik, tetapi pada awalnya dapat
bermanifestasi sama sperti gambaran nefritis akut dengan hipokomplementemia.
3. lupus nefritis
Gambaran yang mencolok adalah gross hematuria
4. Glomerulonefritis kronis
Dapat bermanifestasi klinis seperti glomerulonefritis
akut.
2.3.10. Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi
penyembuhan kelainan di glomerulus.
Istirahat
mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8
minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi
penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4
minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan
penyakitnya.
Pemberian
penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi
beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi
Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan
hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah
nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena
terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang anak dapat
terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini
sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan
amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap
golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3
dosis.
Makanan.
Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah
garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu
tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria
atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada
penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan,
sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan
oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.
Pengobatan
terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk
menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi
dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula
diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi
diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral
dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak
dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.
Bila
anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari
dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium,
hemodialisis, bilasan lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif,
tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh karena
kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan
adakalanya menolong juga.
diurektikum
dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini
pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10
menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi
glomerulus (Repetto dkk, 1972).
Bila
timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.1,4,11
2.3.11. Komplikasi
Oliguria
sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal
akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau
aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal
ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.
Ensefalopati
hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat
gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini
disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
Gangguan
sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran
jantung dan meningginya tekanand arah yang bukan saja disebabkan spasme
pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma.
Jantung dapat memberas dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang
menetap dan kelainan di miokardium.
Anemia
yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik
yang menurun.1,3,4,7
2.3.13. Perjalanan Penyakit Dan Prognosis
Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di
antaranya mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat pembentukan
kresen pada epitel glomerulus. Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari
ke 7-10 setelah awal penyakit, dengan menghilangnya sembab dan secara bertahap
tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin) membaik
dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu. Komplemen serum
menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi kelainan sedimen urin akan tetap
terlihat selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pada sebagian besar
pasien.1,12
Dalam suatu penelitian pada 36 pasien
glomerulonefritis akut pascastreptokok yang terbukti dari biopsi, diikuti
selama 9,5 tahun. Prognosis untuk menjadi sembuh sempurna sangat baik.
Hipertensi ditemukan pada 1 pasien dan 2 pasien mengalami proteinuria ringan
yang persisten. Sebaliknya prognosis glomerulonefritis akut pascastreptokok
pada dewasa kurang baik. 1,4,12
Potter dkk menemukan kelainan sedimen urin yang
menetap (proteinuria dan hematuria) pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti
selama 12-17 tahun di Trinidad. Prevalensi hipertensi tidak berbeda dengan
kontrol. Kesimpulannya adalah prognosis jangka panjang glomerulonefritis akut
pascastreptokok baik. Beberapa penelitian lain menunjukkan adanya perubahan
histologis penyakit ginjal yang secara cepat terjadi pada orang dewasa. Selama
komplemen C3 belum pulih dan hematuria mikroskopis belum menghilang, pasien
hendaknya diikuti secara seksama oleh karena masih ada kemungkinan terjadinya
pembentukan glomerulosklerosis kresentik ekstra-kapiler dan gagal ginjal
kronik.1,4,12
BAB III
KESIMPULAN
Glomerunefritis merupakan penyakit perdangan ginjal
bilateral. Glomerulonefritis akut paling lazim terjadi pada anak-anak 3 sampai
7 tahun meskipun orang dewasa muda dan remaja dapat juga terserang ,
perbandingan penyakit ini pada pria dan wnita 2:1.
GNA ialah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap
bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi2.
tidak semua infeksi streptokokus akan menjadi glomerulonefritis, hanya beberapa
tipe saja. Timbulnya GNA didahului oleh infeksi ekstra renal, terutama di
traktus respirotorius bagian kulit oleh kuman streptokokus beta hemolitikus
golongan A tipe 12, 4, 16, 25 dan 49. dari tipe tersebut diatas tipe 12 dan 25
lebih bersifat nefritogen disbanding yang lain. Mengapa tipe tersebut lebih
nefritogen dari pada yang lain tidak di ketahui.
Gejala-gejala umum yang berkaitan dengan permulaan
penyakit adalh rasa lelah, anoreksia dan kadang demam,sakit kepala, mual,
muntah. Gambaran yang paling sering ditemukan adalah :hematuria,
oliguria,edema,hipertensi.
Tujuan utama dalam penatalaksanaan glomerulonefritis
adalah untuk Meminimalkan kerusakan pada glomerulus, Meminimalkan metabolisme
pada ginjal, Meningkatkan fungsi ginjal.
Tidak ada pengobatan khusus yang mempengaruhi
penyembuhan kelainan glomerulus. Pemberian pinisilin untuk membrantas semua
sisa infeksi,tirah baring selama stadium akut, diet bebas bila terjadi edema
atau gejala gagal jantung danantihipertensi kalau perlu,sementara kortikosteroid
tidak mempunyai efek pada glomerulofritis akut pasca infeksi strepkokus.
Pronosis penyakit pada anak-anak baik sedangkan
prognosisnya pada orang dewasa tidak begitu baik.
DAFTAR PUSTAKA
Price,
Sylvia A, 1995 Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4,
EGC, Jakarta.
Staf
Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985, Glomerulonefritis akut, 835-839,
Infomedika, Jakarta.
Ilmu
Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15,
Glomerulonefritis akut pasca streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta.
http://www/.5mcc.com/
Assets/ SUMMARY/TP0373.html. Accessed April 8th, 2009.
http://www.Findarticles.com/cf0/g2601/0005/2601000596/pi/article.jhtm?term=g
lomerunopritis+salt+dialysis. Accessed April 8th, 2009.
markum.
M.S, Wiguno .P, Siregar.P,1990, Glomerulonefritis, Ilmu Penyakit Dalam II,
274-281, Balai Penerbit FKUI,Jakarta.
Donna
J. Lager, M.D.http;//www.vh.org/adult/provider/pathologi/GN/GNHP.html.
Accessed April 8th, 2009.
http;//www.enh.org/encyclopedia/ency/article/000475.asp. Accessed April 8th,
2009.